RiauKepri.com, TANJUNGPINANG – Warga Kampung Nusantara, Kelurahan Air Raja, Kecamatan Tanjungpinang Timur, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau yang mendiami dan menggarap lahan Hak Guna Bangunan (HGB) No. 00753/Air Raja seluas 178,19 Ha dan No. 00780/Air Raja seluas 75,06 Ha atas nama PT. Citra Daya Aditya (CDA) sejak tahun 2004 menyurati Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Presiden RI dan Menteri Pertahanan RI.
Dalam surat Nomor : 010/KRWL-KPNSTR/TPI/IX/2024, tanggal 10 September 2024 yang ditandatangani oleh Koordinator Wilayah Kampung Nusantara, Muhammad Amin, warga melaporkan bahwa sejak diberikan HGB pada tanggal 21 Juni 1995 hingga berakhirnya waktu pemberian HGB selama 30 tahun pada tanggal 10 September 2024, PT. CDA tidak melaksanakan pembangunan dan/ atau mengusahakan tanahnya sesuai dengan tujuan peruntukan paling lama 2 (dua) tahun sejak HGB diberikan.
“Sejak diberikan HGB, PT. CDA tidak pernah membangun atau mengusahakan tanahnya. Bahkan, tanahnya dibiarkan terlantar selama 30 tahun. Sementara warga penggarap menguasai fisiknya sudah 20 tahun atau sejak tahun 2004. Sekarang, tiba-tiba PT. CDA mengajukan perpanjangan HGB. Makanya, kami warga penggarap menolak dan minta Menteri ATR/BPN tidak memperpanjang HGB tersebut,” tegas juru bicara warga Kampung Nusantara, Mohamad Parkusnadi, Kamis (12/9/2024).
Menurut Yus, panggilan akrab Mohamad Parkusnadi ini, sesuai Pasal 35 ayat (1) huruf (e) Peraturan Pemerintah Nomor : 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah sebagaimana telah diperbarui dengan Pasal 43 huruf (c) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor : 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, pemegang HGB dilarang menelantarkan tanahnya.
“Nah, sekarang jangka waktu pemberian HGB sudah berakhir sejak tanggal 10 September 2024, maka sesuai Pasal 37 ayat (3) PP Nomor : 18 Tahun 2021, tanah HGB CDA itu kembali langsung dikuasai oleh negara,” katanya.
Memang, sambung Yus, pada ayat (4) PP Nomor : 18 Tahun 2021 tersebut, dijelaskan bahwa tanah yang dikuasai langsung oleh negara itu, dapat diberikan prioritas kepada bekas pemegang hak. Tapi, syaratnya memperhatikan keadaan tanah dan masyarakat sekitar.
“Anda bisa lihat sendiri, tanahnya sudah menjadi perkampungan dan digarap masyarakat sudah puluhan tahun. Bahkan, peruntukannya sebagian sudah tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tanjungpinang. Yang paling fatal itu, perusahaan hanya mengambil bijih bauksitnya secara illegal dan itu sangat merugikan keuangan negara,” jelasnya.
Yus mengaku tidak akan pernah berhenti memperjuangkan haknya dan ratusan warga lainnya yang sudah menggarap lahan HGB CDA tersebut dan menguasai fisiknya sejak tahun 2004. Ia berharap, surat yang dilayangkannya kepada Menteri ATR/BPN, Presiden Jokowi dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto segera mendapat respon positif yang berpihak kepada kepentingan masyarakat kecil. (*)