MERUJUK pada artikel Perjalanan Pendidikan di Indonesia dalam Perspektif Filosofis Ki Hajar Dewantara, pendidikan di Indonesia memiliki sejarah panjang yang tidak dapat dilepaskan dari kontribusi pemikiran Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan nasional. Sebagai pendiri Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara memberikan dasar filosofis yang signifikan bagi pendidikan Indonesia, terutama dalam membangun karakter bangsa yang humanis, inklusif, dan berkeadilan sosial. Pemikiran beliau, yang berfokus pada pembentukan karakter dan jati diri melalui pendidikan, tetap relevan hingga saat ini. (Anisa Sofiana Perdani, et al., 2024).
Filosofi Ki Hajar Dewantara dalam Pendidikan
Salah satu konsep utama yang diusung oleh Ki Hajar Dewantara adalah Tri Pusat Pendidikan, yaitu:
- Keluarga: sebagai pusat pertama dalam pembentukan karakter dan nilai-nilai moral.
- Sekolah: sebagai tempat pendidikan formal yang mendorong pengembangan intelektual, emosional, dan spiritual.
- Masyarakat: sebagai lingkungan belajar yang memperkaya pengalaman peserta didik.
Selain itu, Ki Hajar Dewantara juga mengembangkan konsep Trikon (Kontinuitas, Konsentris, dan Konvergensi), yang menekankan kesinambungan budaya lokal, selektivitas terhadap pengaruh budaya luar, dan pembentukan karakter bangsa dalam kerangka global. Pendekatan ini relevan dalam menghadapi tantangan pendidikan di era modern.
Metode pembelajaran Among adalah pendekatan lain yang unik dari Ki Hajar Dewantara. Dalam sistem ini, peserta didik ditempatkan sebagai pusat proses belajar, sementara pendidik bertindak sebagai
fasilitator yang memberi teladan, membangkitkan semangat, dan mengarahkan perkembangan siswa secara alami.
Relevansi Pemikiran Ki Hajar Dewantara di Era Modern
Pemikiran Ki Hajar Dewantara tetap relevan dalam pendidikan abad ke-21, terutama dalam mendukung pendidikan yang inklusif, berbasis karakter, dan berorientasi pada budaya lokal. Prinsip-prinsipnya selaras dengan pendidikan demokratis ala John Dewey, yang menekankan pembelajaran aktif dan kebebasan eksplorasi. Di era globalisasi, pendidikan Indonesia dapat memanfaatkan filosofi ini untuk menjaga identitas nasional sekaligus mempersiapkan generasi muda menghadapi tantangan global.
Implementasi di Sekolah Penggerak
Pemikiran Ki Hajar Dewantara telah diimplementasikan oleh Sekolah Penggerak, seperti SMPN 5 Kemuning. Sekolah ini mengimbaskan praktik baiknya ke SMPN 1 Keritang, SMPN 1 Kemuning, SMPN 2 Kemuning, dan SMPN 7 Kemuning. Guru-guru di sekolah ini melakukan asesmen diagnostik di awal tahun ajaran untuk memahami kebutuhan belajar siswa. Refleksi berkala terhadap hasil asesmen dilakukan untuk merancang pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Selain itu, pendekatan berbasis filosofi Among diterapkan dengan mendorong pembelajaran aktif dan pembentukan karakter siswa. Kepala sekolah berperan penting dalam memotivasi guru untuk merefleksikan praktik pengajaran mereka, menumbuhkan nilai-nilai intrinsik secara alami, dan menciptakan kolaborasi antarpendidik. Dengan pendekatan ini, pendidikan dapat berjalan selaras dengan visi Ki Hajar Dewantara.
Kolaborasi antara kepala sekolah dan guru menjadi kunci untuk mendukung praktik pendidikan berbasis karakter. Meski terdapat tantangan dalam konsistensi pelaksanaan, filosofi Ki Hajar Dewantara memberikan arah yang jelas untuk menciptakan pendidikan yang relevan, bermakna, dan berorientasi pada masa depan.
Siti Aminah dalam opininya “Penanaman nilai-nilai intrinsik (keingintahuan, kemandirian, ketekunan, kreativitas, empati, integritas, rasa hormat, cara belajar) pada peserta memerlukan proses karena nilai-nilai tersebut memerlukan dukungan agar tidak mudah dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang kurang mendukung. Perlunya peran sekolah dalam menumbuhkan nilai nilai intrinsik melalui filosofi Ki Hajar Dewantara.
Menurut Siska Armiza, Implementasi pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam Sekolah Penggerak, seperti di SMPN 5 Kemuning ini, menunjukkan bahwa pendidikan berbasis karakter dan kebutuhan siswa
dapat tercapai melalui asesmen diagnostik, refleksi, dan pendekatan Among. Kepala sekolah dan guru berkolaborasi untuk menciptakan pembelajaran yang aktif dan bermakna. Meskipun tantangan konsistensi masih ada, pendekatan ini memperlihatkan potensi besar dalam menciptakan pendidikan yang relevan, sesuai visi Ki Hajar Dewantara.
Sumber:
- Artikel: Perjalanan Pendidikan di Indonesia dalam Perspektif Filosofis Ki Hajar Dewantara. Jurnal STIQ Amuntai, 2024.
- Buku: Ki Hajar Dewantara, Pendidikan dalam Perspektif Humanisme. Penerbit Taman Siswa, 1987.
- John Dewey, Democracy and Education. The Macmillan Company, 1916.