Oleh: Ikhwanul Arif
Akhirnya terjadi. PWI Kepri terbelah dua. Dualisme kepemimpinan PWI Pusat menjalar tak terbendung ke daerah. Lewat SK bernomor 121-PGS/A/PP-PWI/II/2025 tentang Perubahan Pengurus PWI Provinsi Kepulauan Riau sisa masa bakti 2023-2028, PWI Pusat menunjuk wartawan kawakan Marganas Nainggolan sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Ketua PWI Kepri. Menggantikan Andi Gino yang diberhentikan.
Empat hari setelah penunjukan itu, puluhan wartawan senior berkumpul mendukung Marganas, menandatangani Deklarasi Integritas, menolak penyalahgunaan kekuasaan dan dualisme kepengurusan. “Bagi saya PWI hanya satu,” tegas Marganas di sela-sela deklarasi, Jum’at (14/2).
Logika Marganas Nainggolan mudah dicerna penalarannya. Sebab, ternyata, masih banyak yang salah kaprah, menganggap PWI ada dua. Zulmansyah Sekedang tidaklah mendirikan PWI baru. Ia tak perlu urus perizinan AHU dan segala macamnya. PWI tetap satu, sekali lagi tetap satu.
Hanya kepengurusannya yang berubah, setelah Dewan Kehormatan memberhentikan Hendry Chaeruddin Bangun (HCB), lalu digelarlah Kongres Luar Biasa yang secara aklamasi menunjuk Zulmansyah sebagai ketua umum yang baru. Kepengurusan PWI dianggap pecah dua, karena HCB merasa tidak bersalah. Itu saja.
Maka, inti persoalan bukan di PWI secara kelembagaan, tapi HCB yang merasa masih berhak atas keberadaan PWI itu sendiri. HCB benar pengurus sah hasil Kongres Bandung. Zulmansyah pun acapkali mengakui dan tidak mempersoalkan itu. Yang dipersoalkan adalah pelanggaran PD-PRT setelah HCB menjabat, bukan soal Kongres lagi.
The King Maker
Penunjukan MGN — sapaan karib Marganas di lingkungan pers — terasa tepat. MGN adalah seorang King Maker. Pabrik pencetak para pemimpin di dunia pers. Tahun 2008, MGN mengorbitkan kader yang sangat muda, Ramon Damora. Saat itu Ramon belum dikenal banyak orang. PWI Kepri sendiri masih berusia 4 tahun, dengan Socrates sebagai ketua pertamanya.
“Do what you need to do. Change your world. Leave the rest to me,” kalimat yang begitu terkenal dari buku The King Maker karya Kennedy Ryan. Lakukan apa yang perlu, ubah duniamu, sisanya serahkan aku. Begitu kira-kira yang diucapkan MGN kepada Ramon. Lecutan guru kepada murid.
Selebihnya adalah sejarah. Ramon, yang saat itu berusia 30 tahun, terpilih menjadi Ketua PWI cabang Kepri periode 2008-2013 dalam kongres yang berlangsung sengit. Dalam penelusuran penulis, Ramon Damora merupakan ketua PWI Provinsi termuda sepanjang sejarah. Belum ada yang mematahkan rekornya.
King maker jika diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah “pembuat raja”. Melansir dari Cambridge Dictionary, King Maker adalah seseorang yang mempengaruhi pilihan orang untuk posisi berkuasa dalam suatu organisasi. Menurut laman Merriam Webster, kata ini pertama kali digunakan pada tahun 1595 silam yang digunakan untuk mengartikan seseorang yang memiliki pengaruh besar terhadap pilihan calon pemimpin.
King Maker adalah mereka yang berada di belakang layar yang tugasnya menyiapkan para pemimpin melalui berbagai proses pendidikan, dan sekaligus biasanya menjadi tempat bertanya dan diskusi para pemimpin (leader) untuk memecahkan berbagai persoalan.
Tentu Marganas Nainggolan bukan satu-satunya King Maker di PWI Kepri. Kita bisa menyebut nama lain yang tak kalah sakti, seorang maha guru, Datuk Rida K Liamsi. Bisa ditambahkan nama-nama lain seperti wartawan senior Candra Ibrahim, Socrates, Saibansah Dardani, Richard Nainggolan, Eviaty Syamsir, Muhammad Iqbal, Harianto, dll. Mereka adalah para tokoh pers di PWI Kepri, yang saat ini jauh dari hingar-bingar, tapi nasihat serta tunjuk ajarnya senantiasa menggerakkan daya dan makna.
Kurangnya Komunikasi
Hantaman badai isu dana cash back BUMN yang mengoyak-moyak persatuan PWI, membutuhkan sosok kharismatik yang bisa jadi penengah. Kelemahan Andi Gino, Ketua PWI Kepri yang digantikan MGN, adalah kurangnya komunikasi yang terbuka terhadap para sesepuh pers dan wartawan-wartawan senior di lingkungan PWI Kepri. Andai Andi bergerak cepat meminta pendapat semua pihak, boleh jadi PWI Kepri akan lebih anggun dan solid menyikapi kemelut PWI Pusat.
Andi lupa bahwa pada Konferprov V PWI Kepri Desember 2023 lalu, ia bukanlah pemenang single majority. Jumlah suaranya hanya terpaut 1 angka dengan sang rival, wartawan senior Saibansah Dardani, 39 versus 38, itu pun karena surat suara ke-39 milik Saibansah dianggap cacat oleh panitia. Bila tidak, 39-39 akan menjadi hasil akhir yang imbang. Sejatinya, dengan hasil kongres seperti ini, Andi harus lebih aktif merangkul lawan, menyatukan yang terserak, suatu hal yang tidak ia tempuh. Entah kenapa.
Penulis tidak banyak tahu tentang sosok Andi. Karya tulis dan karya organisasinya dalam skala besar dan menyentak perhatian, tidak banyak terlacak di jejak digital. Sebagai organisasi wartawan terbesar dan tertua di tanah air, Andi memang terlihat masih gugup membesarkan PWI. Berbeda jauh dengan para pendahulunya, Socrates, Ramon Damora, Candra Ibrahim, yang dapat dengan mudah kita temukan buah pikirnya melalui tulisan-tulisan bernas, aneka ragam buku yang dihasilkan, serta kegiatan-kegiatan PWI yang menyentuh pemberdayaan kualitas wartawan.
Akhirnya, selamat kepada Plt Ketua PWI Kepri Bung Marganas Nainggolan. Mari kita tunggu tangan dinginnya dan para King Maker lain menghasilkan pemimpin terbaik untuk PWI dan negeri ini.
*Ikhwanul Arif,
Pengamat Media