RiauKepri.com, PEKANBARU- Pagi Selasa (8/7/2025), halaman Kantor Gubernur Riau berubah menjadi panggung budaya tak terduga. Usai apel pagi, Gubernur Abdul Wahid tak sungkan menggerakkan badannya mengikuti tarian khas Pacu Jalur yang kini dikenal dengan istilah “Aura Farming”. Di sampingnya, bocah berwajah jernih dan penuh percaya diri ikut menari, dia adalah Rayyan Arkan Dikha atau yang akrab disapa Dika.
Bukan sekadar atraksi. Penampilan Dika yang sebelumnya viral di media sosial saat berdiri lincah di ujung perahu panjang dalam lomba Pacu Jalur, kini mengantarkannya ke posisi terhormat, Duta Pariwisata Riau.
“Saya menjadi Anak Coki Pacu Jalur ini sudah dua tahun. Sejak umur 9 tahun,” ujar Dika dengan mata berbinar, Selasa (8/7/2025). Ia berbicara kepada wartawan dengan polos, namun mantap, di tengah riuh sorakan pegawai yang memadati halaman kantor gubernur.
Dari Perahu ke Panggung Provinsi
Anak Coki, sebutan bagi penari di ujung perahu Pacu Jalur, bukan tugas sembarangan. Dika menjelaskan, tubuhnya harus terus menjaga keseimbangan di atas jalur sepanjang 40 meter yang melaju kencang didayung puluhan anak jalur.
“Hal yang susah itu mengimbangkan badan. Saya belajar sendiri,” ujarnya. Video aksinya yang kemudian viral di TikTok dan Instagram menembus batas provinsi, bahkan negara. Istilah “Aura Farming” yang lahir dari gerak-gerik tubuhnya, diiringi semangat kolektif Pacu Jalur, kini jadi tren digital dan promosi budaya.
Melihat dampaknya yang luas, Gubernur Abdul Wahid pun mengambil langkah simbolis, menobatkan Dika sebagai Duta Pariwisata Riau dan memberinya beasiswa pendidikan senilai Rp20 juta.
“Beliau jasanya besar, untuk itu hari ini saya nobatkan sebagai Duta Pariwisata Riau. Ini bentuk apresiasi kami kepada anak muda yang telah membawa nama daerah ke kancah nasional dan internasional,” ujar Gubernur Wahid.
Tak hanya gelar, Wahid dan seluruh pejabat Pemprov ikut berjoget “Aura Farming” bersama Dika. Sebuah pemandangan langka yang menggambarkan semangat baru dalam cara birokrasi memandang warisan budaya.
Tren Digital, Strategi Kebudayaan
Gubernur Wahid mengakui bahwa kekuatan media sosial kini menjadi alat ampuh promosi daerah. “Ini momen penting, bahwa budaya kita bisa disampaikan dengan cara kreatif oleh generasi muda,” ujarnya. “Hari ini hampir semua orang membuka mata bahwa tradisi dan budaya sangat berkembang di Riau, terutama Pacu Jalur.”
Dika adalah manifestasi dari pendekatan baru promosi kebudayaa, bukan melalui brosur atau forum formal, melainkan dari spontanitas, kreativitas, dan energi murni anak-anak daerah. Pemprov Riau tampaknya sadar bahwa potensi pariwisata kini tak lagi bergantung pada anggaran besar, tapi pada cerita otentik yang menggerakkan jejaring sosial.
Mimpi Seorang Anak Coki
Meski viral dan dielu-elukan, Dika tetaplah anak-anak. Saat ditanya cita-cita, ia menjawab sambil tertawa kecil, “Kalau bisa jadi tentara atau Gubernur juga.”
Jawaban yang mengundang tawa hangat para pejabat dan wartawan. Tapi dari balik kelakar itu, ada kesadaran baru, warisan budaya bukan hanya tentang masa lalu, tapi juga investasi untuk masa depan.
Kini, Dika bukan lagi hanya Anak Coki di tepian Batang Kuantan. Ia telah menjadi simbol pertemuan antara budaya dan digital, antara mimpi anak kampung dan kebijakan publik.
Dan ketika ia melangkah turun dari panggung sederhana itu, mengenakan selempang Duta Pariwisata, satu hal jadi jelas: Aura Farming bukan sekadar tren, ia adalah pesan, bahwa budaya hidup dari tubuh-tubuh kecil yang menari dengan keyakinan besar. (RK1)







