*) Catatan Ringan Sahabat Jang Itam
SAMPENA HUT ke-26 Kabupaten Kuantan Singingi yang jatuh pada 12 Oktober 2025 saya mencoba menulis sisi lainnya. Ini adalah pengalaman pribadi yang saya catat, saya amati, dan saya tulis. Semoga bermanfaat.
KESATUAN Mahasiswa Pemuda Pelajar Indargiri Hulu (KMPI) yang tergabung dalam Aliansi Reformasi Indragiri Hulu (ARI) ikut memperjuangkan pemekeran Kabupaten Kuantan singingi. Perjuangan ini berawal ketika ARI melakukan aksi demonstasi ke kantor DPRD dan Bupati Indargiri Hulu di Pematang Reba – yang terletak 20 KM dari Rengat.
Sebelum berangkat melakukan aksi demo, KMPI membentuk Koordinator Lapangan (Korlap) masing-masing kecamatan agar aksi demo tidak anarkis. Korlap itu di antaranya Dedi Arisandi (Kuantan Tengah), Yudi (Singingi), Apriadi (Benai), Marsanul (Kuantan Mudik), Musliadi (Cerenti), Marwan (Pangian), Sumra Hardi (Peranap), Syaicu Indra (Pasir Penyu) dan M. Zafir (Rengat).
Ikut pula dalam aksi demo itu Aras Mulyadi (mantan Rektor Unri asal Simandolak, Benai), Elmustian Rahman (Dosen FKIP Unri asal Peranap), Seno H Putra (Dosen FKIP UIR asal Rengat), Kemudian Mardianto Manan alumni UGM asal Pangian, Maswito alumni Unri asal Sentajo, Kuantan Tengah, dan Urdianto Paboun wartawan UTUSAN asal Kuantan Mudik.
Berangkat dari Pekanbaru Minggu 14 Juni 1998 pukul 17.00 WIB dengan menggunakan tujuh bus sewaan. Titik kumpul di kampus Unri di Jalan Pattimura Gobah, Pekanbaru lalu meluncur melalui Jalur Lintas Timur sampai ke Pematang Rebah. Dana keberangkatan dibantu oleh birokrat dan pengusaha asal Kabupaten Indragiri Hulu di Pekanbaru yang bersimpati dan mendukung perjuangan ARI.
Sebelum sampai di Pematang Rebah, rombongan ARI singgah di Rumah Makan Omega Air Molek, Kecamatan Pasir Penyu. Usai sarapan pagi Senin 15 Juni 1998 pukul 07.00 WIB, ARI sampai di Pematang Rebah. Tanpa sempat mandi pagi, apalagi gosok gigi pukul 08.00 s.d. 10.00 WIB, ARI melakukan aksi demontrasi di halaman kantor DPRD Indragiri Hulu. Suasana waktu itu gerimis mengundang hujan.
Mereka diterima Bupati Indragiri Hulu, Letkol Inf. Ruchiyat Saefuddin, Ketua DPRD Indragiri Hulu Soegianto dari Fraksi TNI/Polri, Sudirman M. Kass, B.A dari Partai Golkar. Sementara anggota DPRD lainnya hanya memantau dari kejauhan. Mereka kelihatan ketakutan.
Dalam orasinya Koordinator ARI, Edi Ahmad RM yang juga wartawan di Riau Pos Group Pekanbaru meminta kepada Richiyat Saefuddin:
1. Mendukung pemberantasan Kolusi Korupsi dan Nipotisme (KKN).
2. Menurunkan Soegianto dari Ketua DPRD Indragiri Hulu.
3. Mendukung pemekaran Kuatan Singingi sebagai kabupaten.
Usai Edi Ahmad melakukan orasi, Marwan membaca puisi berjudul “Ruchiyat Saefuddin.” Puisi itu berisi kritikan pedas terhadap kepemimpinan Ruchiyat yang diduga sarat KKN selama dua periode memimpin Indragiri Hulu.
Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau (UIR) Pekanbaru dengan nama pena “Bujang Suci Wan Putra Palosu” tampak garang dan berapi-api. Setiap nama Ruchiyat disebut, ARI meneriakkan langsung yel-yel: “turunkan” dengan kompak.
Mata Ruchiyat tampak berkaca-kaca. Raut mukanya merah padam, Ia tampak menahan emosi yang menggelar di jiwanya. Namun ia tetap bertahan sampai Marwan membacakan puisinya itu.
Apalagi dihadapannya terkumpul bambu runcing, pentongan kayu, parang, dan mercon yang didapat mahasiswa di belakang kantor DPRD Indargiri Hulu. Kuat dugaan temuan yang kemudian diamankan oleh Polres Indragiri Hulu diduga untuk menghadang ARI jika melakukan aksi anarkis.
Setelah aksi demo di halaman kantor DPRD Indragiri Hulu, ARI melanjutkan aksi serupa di halaman kantor Bupati Indragiri Hulu pukul 11.00 s.d 12.00 WIB yang hanya berjarak 200 meter dari kantor DPRD. Di sini ARI tampak di-provokasi oleh oknum yang tak bertanggungjawab agar masuk ke dalam kantor Bupati Indragiri Hulu.
Mahasiswa yang terprovokasi berusaha masuk. Namun dihalangi oleh aparat keamanan dan petugas pengamanan kantor bupati Indragiri Hulu. Anggota DPRD Indragiri Hulu dari Partai Golkar asal Kecamatan Kuantan Tengah, H. Sukarmis memberikan peringatan kepada ARI agar tidak melakukan tindakan anarkis.
“Jangan masuk ke dalam. Ini kantor kita,” ujar Sukarmis dengan suara emosi.
Dalam suasana kacau itu beberapa mahasiswa di antaranya Syaicu Indra asal Air Molek, Kecamatan Pasir Penyu mengalami luka lecet di lengan kanannya kena pentolan petugas. Begitu juga dengan Masfare Karyus yang akrab disapa Gepeng mahasiswa UIR asal Pangian luka lecet pada wajahnya.
Syariful Adnan yang akrab disapa Jang Itam mahasiswa IAIN dari Kecamatan Pangian berhasil melarikan diri sehingga terhindar dari pukulan petugas keamanan. Begitu juga dengan Apriadi mahasiswa Fakultas Pertanian Unri yang akrab disapa Philip.
Sambil bergurau Jang Itam mengatakan, “Orang itu tidak tahu saya ini dari Pangian. Semua orang tau silat Pangian itu sudah terkenal sampai belahan dunia. Sekali langkah saya bisa mengelak. Kecilah barang itu…!” ujar Jang Itam percaya diri.
Jang Itam yang juga dijuluki “tentara” IPERPA ini memang terkenal dengan keluguan dan kekucuannya. Senyum saja, orang sudah ketawa, apalagi kalau dia sudah bicara. Jang Itam yang posturnya mirip petinju kelas berat dunia “Mike Tyson” dan berkulit hitam mengkilat bilang, “Keciiiiiil.”
Kini, Jang Itam yang kisah cintanya unik untuk dikuliti itu sekarang menjabat sebagai Ketua IKKS Kabupaten Palalawan. Jang Itam juga salah seorang politkus Partai Golkar dan pengusaha sukses di Palalawan.
Bakar Rumah Bordil
USAI demo di kantor bupati pukul 12,00 WIB, ARI mengelilingi kota Rengat. Selanjutnya pulang ke Pekanbaru melalui lintas barat. Sampai di Telukkuantan 15.00 WIB, ARI sempat melakukan orasi di terminal/loket di Taluk Kuantan. Orasi itu dilakukan oleh Musliadi mahasiswa IAIN Susqa asal Cerenti. Kelak setelah reformasi dia pernah jadi anggota DPRD Kuantan Singingi dari PKB.
Dengan pengawalan ketat Polisi Sektor Kuantan Tengah dan beberapa orang pemuda aksi tersebut berlansung damai. Kekhawatiran masyarakat ARI akan melakukan tindakan anarkis
Usai melakukan orasi di terminal Taluk Kuantan ARI melanjutkan perjalanan ke Pekanbaru. Tiba-tiba sampai di Sungai Jering, ARI melakukan aksi spontan membakar rumah bordil yang digunakan sebagai tempat prostitusi di kawasan Pragat. Tepatnya di kebun karet milik Sensui (sekarang di belakang kantor Pengadilan Negeri Telukkuantan.
Wanita-wanita penghibur yang tengah asyik melayani pria hidung belang lari berhamburan. Sementara germo tampak diam membisu dan melongo melihat api membakar rumah bordil yang mereka kelola spontan dan tiba-tiba itu. Tak ada barang yang bisa diselamatkan.
Salah seorang germo hanya terdiam lesu. Ketika ditarik polisi baru dia keluar dari warung yang dilalap sijago merah itu. Jika polisi tak menarik keluar, sang germo itu pasti ikut terbakar. Peristiwa ini diabadikan oleh wartawan UTUSAN Pekanbaru, Urdianto Paboun.
Usai melakukan aksi pembakaran itu, ARI berangkat ke Pekanbaru. Sepanjang perjalanan masyarakat melambaikan tangan sebagai bukti dukungan mereka kepada mahasiswa yang telah menumbangkan pemerintahan Orde Baru.
Sampai di Pekanbaru sekitar pukul 20.00 WIB langsung menginap di Wisma Nara Singa di Jalan Diponegoro yang sebelumnya sudah diduduki oleh mahasiswa Indargiri Hulu. Dalam keadaan lelah mereka terbaring di kamar masing-masing.
Tampak aparat intel dari Polresta Pekanbaru maupun Kodim berjaga-jaga. Khawatir ada serangan mendadak dari kepada mahasiswa yang sebelumnya melakukan pembakaran terhadap rumah bordil di kawasan Pragat.
FKTC Kecam Ruchiyat
BEBERAPA hari kemudian, Sabtu (20 Juni 1999), Forum Komunikasi Tokoh Cendikiawan (FKTC) Kabupaten Indragiri Hulu melakukan dialog dengan ARI. Dialog dilakukan di kediaman Wali Kota Pekanbaru (1968-1970) Radja Roesli di Gobah, Pekanbaru.
Ketua FKTC Kolonel TNI (Purn) H. Abbas Jamil menumpahkan kemarahannya kepada Bupati Indargiri Hulu Ruchiyat. Dia tidak terima pelakuan yang diterima oleh anak-anak mahasiswa yang tergabung dalam ARI.
Dengan suara bergetar, Abbas Jamil mengatakan. “Saya Abbas Jamil, kolonel senior merasa tersinggung dengan perlakuan yang diterima anak-anak saya. Ruchiyat mau apa. Jika berani berhadapan dengan saya, ABBAS JAMIL!”
Abbas Jamil menyebut nama Letkol TNI (Inf) Ruchiyat dengan kalimat bernada kecaman. Ia tampak tak kuasa manahan emosi dan rasa. Ketika itu suasana hening dan mencekam. Tak ada yang berani bicara termasuk Radja Roesli selaku “tuan rumah” dan Samad Thaha salah seorang pemuka masyarakat yang hadir.
Tidak ada yang menduga jika Abbas Jamil marah seperti singa kelaparan di padang pasir itu. Siap memangsa siapa saja yang ada di depannya. Termasuk Ruchiyat yang dianggap tidak mendukung gerakan reformasi yang dilakukan mahasiswa di Indonesia.
Kemarahan Abbas Jamil itu merupakan akumulasi atau puncak kemarahannya dari pemberitaan usai ARI melakukan aksi demo beberapa media cetak di Pekanbaru sebelumnya. Ruchiyat menyebut aksi demo itu diduga didalangi oleh oknum yang tak merasa senang dengan dirinya selama memimpin Indragiri Hulu.
Waktu itu Ruchiyat digadang-gadang sebagai salah seorang calon Gubernur Riau yang bakal menggantikan Soeripto yang akan mengakhiri jabatan di periode keduanya tahun .
Ruchiyat menyebut aksi mahasiswa itu lebih keras dari desingan peluru itu membuat tokoh masyarakat Indragiri Hulu di Pekanbaru tersinggung. Mereka mengatakan Ruchiyat ibarat “cacing kepanasan” dan tidak mendukung aksi reformasi yang tengah diperjuangan mahasiswa di seluruh Indonesia.
Kemudian setelah pernyataan tersebut muncul di media, dr. H. Tabrani Rab dalam kolomnya di surat kabar Mingguan GeNTA menulis: Bupati MBA (Makin Bengak Aje). Dalam tulisannya yang cukup tajam dan kritis itu, tokoh Riau Merdeka ini mengkritisi Ruchiyat yang dinilainya tidak mendukung aksi reformasi yang dilakukan oleh mahasiswa.
Lalu bagaimana kelanjutan, ikuti edisi berikutnya (bersambung).
Tanjungpinang: 2 Oktober 2025