Menu

Mode Gelap
Yahikam Datuk Penghulu Malin (1901-1971): Pelopor Pendidikan “Modern” di Rantau Kuantan Waspada Hujan Ringan dan Awan Berlapis di Kepri, Ahad 28 September 2025 Polwan Polres Meranti Harumkan Nama Polda Riau Di Kejuaraan Taekwondo Internasional Prof. Jimly Asshiddiqie: Riau Layak Jadi Daerah Istimewa, Ini Cara Mewujudkannya Afni Tepati Janji: Yuda Kini Punya Kaki Palsu Berkat Program Siak Peduli Pertemuan Prof. Jimly dan LAMR Dorong Pengakuan Hukum Adat dan Keistimewaan Riau

Riau

Pacu Jalur Kuansing, Dari Tradisi Menjadi Industri

badge-check


					Togak Luan,  Rayyan Arkan Dikha Perbesar

Togak Luan, Rayyan Arkan Dikha

Pacu Jalur di Kuantan Sengingi, Riau, tidak hanya membentang cerita tamadun Melayu namun juga sebuah edukasi, tradisi menjadi indsutri. Etnologi dan contemporary culture bersatu, dikayuh menjadi sebuah peradaban baru bernilai ekonomi kreatif.

DI atas haluan perahu sepanjang 35 meter, seorang anak laki-laki berdiri menari dan menjaga keseimbangan dengan tengkah dayung yang dikayuh. Kedua belah kaki sedikit tertekuk, tangan sejajar dada, memutar ke udara kemudian menepuk-nepuk sisi kiri dan sisi kanan di bawah ketiak. Menggulung kedua belah tangan lagi, berayun-ayun menjinak gelombang perahu, dan ditutup dengan dua kali gaya tangan menembak. Sorak-sorai orang sekampungpun membahana di tepian Sungai Kuantan, memberi semangat pada jalur yang mereka dukung.

Di alam maya, video anak penari di haluan pacu jalur itu menjadi viral. Menembus benua Amerika dan Eropa. Mereka menyebutkan aura farming.

Jutaan orang terkagum-kagum melihat lenggak-lenggok anak kecil lewat layar telepon genggamnya. Di Kuantan Singingi, yang merawat Pacu Jalur lebih dari seabad ini, anak kecil yang menari-nari di atas halauan itu disebut Togak Luan.

Di era serba terknologi ini, tradisi Pacu Jalur menjadi mesin ekonomi sekaligus penjaga identitas. Internet menjadi laman untuk melakukan pengambangan seni budaya, sehingga warisan yang dulu hanya hidup di hulu kini melebar ke hilir bahkan ke muara dunia. Peradaban benar-benar sedang mengayuh ke masa depan. Namun di balik ketenaran Togak Luan, ada warisan panjang yang mengakar dalam adat, rimba, dan ritus.

Sejarah Pacur Jalur

Pacu Jalur di Kabupaten Kuantan Singingi tak sekadar perlombaan perahu tradisional. Di balik semarak festival yang digelar saban tahun di Sungai Batang Kuantan ini, tersimpan sejarah panjang dan jejak peradaban tua yang diyakini telah ada sejak ribuan tahun silam.

Menurut data Media Center Pemkab Kuantan Singingi, tradisi ini bermula pada abad ke-17 ketika jalur atau perahu panjang menjadi alat transportasi utama masyarakat di sepanjang Batang Kuantan. Perahu dari batang kayu utuh ini mengangkut hasil bumi dan warga desa dari hulu hingga hilir sungai. Seiring waktu, jalur dihias dengan warna warni khas Kuansing sehingga membentuk corak atau simbol-simbol budaya seperti kepala naga dan buaya, hal ini menandai peran barunya sebagai bagian dari identitas lokal.

Pacu Jalur mulai dikenal luas pada masa penjajahan Belanda sebagai hiburan tahunan untuk memperingati ulang tahun Ratu Wilhelmina. Setelah kemerdekaan, tradisi ini berkembang menjadi perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia dan kini menjadi festival budaya terbesar di Riau yang mendunia berkat gerakan tari Togak Luan yang dilakukan Rayyan Arkan Dikha, seorang bocah berumur 11 tahun.

Pacu jalur tak hanya sebagai atraksi budaya, Pacu Jalur juga menyimpan nilai sejarah yang mendalam. Budayawan Riau, Taufik Ikram Jamil, dalam artikelnya di Riaukepri.com (15 Juli 2025-11:09 WIB), menyebutkan bahwa Batang Kuantan merupakan sungai tua yang tercatat dalam naskah klasik Sulalatus Salatin. Di aliran sungai inilah, Sang Sapurba, tokoh legenda Melayu, berlayar dan menaklukkan ular sakti, simbol penaklukan untuk mendapat pengakuan dari rakyat Kuantan. Kisah ini menjadi bagian penting dari narasi Melayu klasik yang mencakup wilayah Palembang, Pagaruyung, hingga Johor dan Siak.

Penelitian arkeologi juga memperkuat posisi Kuansing sebagai pusat peradaban awal. Temuan dari Dinas Kebudayaan Riau pada 2023 di aliran sungai Singingi–Kuantan menunjukkan adanya alat batu prasejarah berusia hingga 40.000 tahun, mirip dengan temuan di situs Sangiran, Jawa Tengah. Hal ini memperkuat teori bahwa Riau adalah salah satu tapak awal manusia modern di Asia Tenggara.

Secara etimologis, ringkasan AI menyebutkan pacu berarti lomba atau adu kecepatan, sedangkan jalur adalah perahu panjang yang dapat ditumpangi hingga 60 orang. Kombinasi keduanya menjadi tradisi Pacu Jalur, lomba mendayung perahu yang kini menjadi ikon kebudayaan Kuansing.

Lebih dari sekadar olahraga air, Pacu Jalur adalah simbol kolektif masyarakat Kuantan Singingi. Ia adalah warisan leluhur, lambang persatuan, serta cerminan hidup masyarakat sungai yang terus mengalir dalam arus modernitas tanpa melupakan akar sejarahnya.

Menebang Kayu, Membuat Perahu
Segendang dan sepenari dengan Mahviyen Trikon Putra, salah satu praktisi Pacu Jalur dari Jalur Raje Bujang, bahwa Pacu Jalur bukan sekadar kompetisi mengayuh atau mendayung. Ini adalah tamadun Melayu yang hidup. ”Untuk membuat satu jalur, bisa dua bulan. Tapi mencari kayunya sendiri bisa lebih lama,” katanya kepada riaukepri.com (6 Juli 2025-18:20 WIB).

Kayu membuat Jalur juga tidak sembarang kayu, harus dari rimba, jenisnya meranti, marsawah, atau benio. Panjangnya minimal 30 meter. Diameter, enam hingga sepuluh hasta. “Dulu, kami jalan kaki masuk hutan dua hari dua malam,” kenang Mahviyen.

Tak sampai di situ, meskipun kayu jalur sudah ditemukan, tak pula bisa langsung ditebang. Harus ada bomo untuk ”menjinakan” kayu, harus ada tokoh adat yang memimpin ritual penebangan. Setelah kayu dijampi-jampi, seekor ayam jantan disembelih di pangkal batang. Doa dan mantra dilafaskan karena warga percaya, pohon itu ada penunggunya. Kalau tak dapat izin dari alam, bisa celaka.

Mahviyen masih ingat batul pada kisah mistis yang sempat mewarnai proses penebangan kayu jalur. Syahdan, ketika itu rombongan dari Pangean menemukan lipan raksasa di pangkal batang yang ditebang. Sehingga, mereka menamai jalurnya Siposan Rimbo (Lipan Rimba). Jalur itu sakti, sering juara.

Untuk satu perahu, kata Mahviyen, biayanya bisa mencapai Rp150 juta. Dulu semuanya gotong royong. Kini, dibantu pemerintah dan donatur. Setelah selesai, perahu digantung di kandang jalur agar tak rusak dimakan tanah. Umurnya bisa puluhan tahun.

Togak Luan dan Tukang Onjai
Pacu Jalur juga menuntut simbol. Di sinilah peran Togak Luan. Anak kecil usia 8 hingga 13 tahun berdiri di haluan, menari dalam irama dayung, kecipak air sungai dan harus menjaga kesimbangan untuk membakar semangat. Togak Luan juga memberi sinyal visual, dia menari-nari bila jalurnya sedang unggul. Bila jalur kalah, dia duduk. Bila dia tetap menari saat kalah, itu cacat informasi. “Bisa jadi bahan olok-olok,” kata Mahviyen sambil terkekeh.

Gerakan tari Togak Luan itu tidak diajarkan. Anak-anak belajar dengan naluri. Yang penting dia bisa jaga keseimbangan. Tak jarang, Togak Luan melompat ke sungai saat perahu terasa berat. Itu trik, agar haluan terangkat, dan jalur bisa melesat. Di bagian belakang jalur apa pula tukang onjai yang bertugas menggoyang perahu agar seimbang. ”Kini posisi inipun diisi anak-anak demi mengurangi beban,” ucap Mahviyen.

Sebuah harapan selalu menjadi impian seniman dan budayawan ini, tren Pacu Jalur yang mendunia saat ini bisa membuka jalan bagi pengakuan internasional dan mengubah Pacu Jalur dari ritual lokal menjadi produk budaya kelas dunia.

“Suatu hari nanti, saya ingin ada Pacu Jalur internasional. Dari Jepang, Malaysia, semua datang ke Kuansing,” kata Mahviyen dengan mata berbinar.

Impian Mahviyen ini bisa saja menjadi kenyataan, tahun ini Pacu Jalur yang digelar 20–24 Agustus 2025 magnetnya sudah terasa. Hal ini berkat satu video viral, sehingga Togak Luan menjadi ikon global. Sampai-sampai klub sepak bola AC Milan dan PSG ikut menirukan gerakan aura farming. Di TikTok, jutaan views membanjiri tagar #TogakLuanChallenge. Tak hanya itu, Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka juga berlengot aura farming. ”Ini berkah. Tapi juga pengingat. Kita senang viral, tapi jangan lupa akar,” katanya bijak.

Berkenalan dengan
Dikha Aura Farming

Retak tangan orang siapa yang tau. Video seorang anak menari di haluan jalur mendadak viral di media sosial. Dari sekian banyak anak Togak Luan, video Rayyan Arkan Dikha yang menjadi perhatian dunia. Budak yang masih berumur 11 tahun ini, adalah warga Desa Pintu Lobang Kari, Kecamatan Kuantan Tengah.

Murid SD Negeri 013 Pintu Gobang Kari, kelas V ini di kampung biasa disapa Dikha. Dan ketika menari di haluan jalur, saat perahu pacu melaju kencang membelah Sungai Kuantan, anak pasangan Jupriono dan Rani Ridawati, ini mengenakan pakaian harian khas Melayu Riau, cekak musang dan bertanjak, serta berkaca mata hitam. Tarian spontan Dikha inilah menjadi fenomena global dengan sebutan tren “Aura Farming.”

“Saya tidak menyangka bisa seviral itu. Tahunya setelah lihat media sosial, banyak orang luar menirukan tarian itu,” kata Dikha dengan lugunya kepada riaukepri.com (5 Juli 2025-20:05 WIB).

Dikha mengaku tertarik menjadi Togak Luan sejak kecil karena sering melihat ayah dan abangnya terlibat dalam tim Pacu Jalur. Ayah Dikha merupakan anggota tim Jalur Tuah Koghi Dubalang Ghajo, sementara abangnya juga pernah menjadi Togak Luan. Meski viral, Dikha mengaku tidak pernah belajar tarian itu secara khusus.

“Itu spontan saja. Tidak ada belajar atau latihan,” katanya.

Rani, ibunda Dikha, merasa bangga dan mengaku mendapat banyak panggilan, bahkan dari luar negeri seperti Inggris dan Dubai, yang ingin melihat anaknya tampil secara langsung. Fenomena viral ini juga mendapat apresiasi dari Gubernur Riau, Abdul Wahid, yang menyebutkan hal ini sebagai bukti nilai-nilai budaya telah ditanamkan hingga ke generasi muda.

“Budaya itu harus diwariskan. Viral-nya video Pacu Jalur berarti transformasi budaya kita berhasil sampai ke anak-anak,” ujarnya, seraya menyerahkan beasiswa Rp 20 juta kepada Dikha.

Perputaran Uang
Capai Rp75 Miliar

Menjelang pelaksanaan Pacu Jalur tingkat nasional yang akan digelar di Tepian Narosa, pada 20–24 Agustus 2025, panitia mulai intensif melakukan berbagai persiapan teknis dan nonteknis. Koordinasi antar bidang, kata Ketua Umum Pacu Jalur Nasional 2025, Werry Ramadhana Putera, terus ditingkatkan terutama dalam hal penataan gelanggang dan penyusunan acara pembukaan.

Arena Tepian Narosa akan segera ditata karena terjadi pendangkalan. Sementara untuk acara pembukaan, kesenian tradisional mulai disiapkan. Panitia juga menggandeng aparat keamanan guna menjamin kelancaran dan kenyamanan penonton, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Meski persiapan terus berjalan, Werry menyoroti kondisi infrastruktur di lokasi arena yang dinilai belum memadai. Tribun tangga batu yang dulunya menjadi titik utama penonton, sudah tidak mampu menampung lonjakan pengunjung.

“Penataan sungai adalah wewenang pusat melalui Balai Wilayah Sungai, jadi Pemda punya keterbatasan,” kata Werry, yang juga Sekretaris Umum LAMR Kuansing.

Selain arena, panitia juga tengah membenahi area parkir, lokasi pedagang, serta fasilitas MCK untuk pengunjung. Hal ini sangat penting karena Pacu Jalur 2025 ini diprediksi akan menciptakan perputaran uang lebih dari Rp75 miliar dalam lima hari pelaksanaan. Perkiraan ini berdasarkan jumlah penonton tahun sebelumnya yang mencapai 1,5 juta orang, dengan asumsi rata-rata belanja pengunjung Rp50.000 per hari.

“Hotel penuh selama lima hari. Ini momentum besar bagi pergerakan ekonomi masyarakat,” ungkap Werry.

Bersahutan dengan Kepala Dinas Pariwisata Riau, Roni Rakhmat, yang mengatakan bahwa fenomena viral tarian Togak Luan sangat berdampak langsung pada pariwisata di Kuansing. Kunjungan wisatawan meningkat tajam, jelas hal ini bermuara pada meningkatnya perekonomian lokal seperti perhotelan, UMKM, dan transportasi. “Ini kebanggaan bagi Riau. Dunia kini mengenal budaya kita,” kata Roni, dikutip dari Kompas.com, Jumat (4/7/2025, 14:10 WIB).

Fenomena viral “aura farming” yang dimunculkan oleh gerak tari anak-anak di haluan perahu, diperankan oleh Rayyan Arkan Dikha, tak dapat dielat, menjadi bagian terpenting mendongkrak meningkatkan popularitas Pacu Jalur hingga mendunia. Dan seperti harapan Mahviyen, Werry juga berharap agar populeritas ini tidak menjadi badai menenggelamkan kearifan lokal yang terus dijaga. Karenanya, panitia Pacu Jalur Nasional 2025 mengusulkan kembali pemberian hadiah hewan ternak, seperti sapi dan kambing, sebagaimana tradisi masa lampau.

“Dulu, juara Pacu Jalur membawa pulang sapi atau kambing. Ini bukan sekadar simbol, tapi bagian dari nilai keberlanjutan dan gotong royong,” ujar Werry.

Hadiah berupa uang tunai, memang sudah disiapkan Kabupaten Kuansing dan Provinsi Riau. Pemda Kuansing menyiapkan dana Rp1,5 miliar, angka ini jelas tak mencukupi karena tahun ini dana yang dibutuhkan panitia mencapai Rp 4 miliar, tahun sebelumnya Rp 3,5 miliar. Kekurangan dana ini diupayakan melalui sponsor lokal dan nasional dengan tawaran paket promosi bahwa Pacu Jalur ditonton 1,5 juta orang secara langsung dan sekitar 100 ribu penonton online. Finalisasi kerja sama sponsor ditargetkan rampung seminggu sebelum acara.

Melly Mike

Viralnya Pacu Jalur dengan tarian Togak Luan aura farming, juga membawa berkah bagi rapper asal Amerika Serikat, Melly Mike. Pasalnya, lagu Young Black and Rich yang menjadi musik latar joget aura farming juga ikut viral, bahkan lagu yang diciptakan dan dinyanyikan Melly Mike ini melekat hingga pada parodi yang dilakukan warganet. Berkah yang dirasakan inilah membuat Melly Mike menyapa masyarakat Kuansing lewat video yang dunggah di akun TikToknya, mengabarkan akan tampil langsung pada Pacu Jalur 2025.

Kehadiran Melly Mike bukan hasil kontrak resmi, melainkan inisiatif pribadi sebagai bentuk apresiasi terhadap budaya Pacu Jalur yang telah memopulerkan karyanya. “Tidak ada biaya dari panitia. Beliau hanya minta pendampingan selama di Riau,” jelas Werry.

Penampilan Melly Mike langsung ini disiapkan bersamaan dengan malam pembagian hadiah. Panitia berharap momentum ini membuat Pacu Jalur semakin mendunia. Sehingga, tahun-tahun berikutnya Pacu Jalur bisa mandiri.

Hal ini sangat diapresiasi Bupati Kuansing, Dr. H. Suhardiman Amby. Mengutip dari Media Centre Pemkab Kuansing (8 Juli 2025), dia berharap pelestarian budaya ini merupakan aset strategis untuk mengembangkan pariwisata dan ekonomi kreatif daerah. Bupati yang bergelar Datuk Panglimo Dalam itu juga menyampaikan bahwa peran semua pihak sangat diharapkan, terutama konten kreator yang kerjanya membuahkan hasil manis, Pacu Jalur dikenal dunia.

Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Jika Melly Mike ingin belajar budaya Melayu Kuasing dan memberi kontribusi, di tengah sorak-sorai melambungnya Aura Farming Pacu Jalur, muncul netizen dari negara tetangga mengklaim bahwa budaya tersebut berasal dari Malaysia. Kadispar Riau yang biasa disapa Wak Mamat itu, sangat memahami dinamika media sosial. Namun, perlu ditegaskan bahwa Pacu Jalur berasal dari Kuantan Singingi, Riau. Klaim tersebut muncul karena kedekatan budaya antara Riau dan Malaysia yang masih dalam rumpun Melayu. Roni pun tak mau salah langkah, Pacu Jalur yang sudah masuk sebagai Warisan Budaya Takbenda, diajukan Dinas Kebudayaan Riau, harus terus diedukasi ke ranah publik. Sehingga Kemendikbud yang mengajukan Pacu Jalur sebagai warisan budaya takbenda dunia bisa diakui UNESCO. (taufik hidayat)

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Yahikam Datuk Penghulu Malin (1901-1971): Pelopor Pendidikan “Modern” di Rantau Kuantan

28 September 2025 - 00:10 WIB

Pertemuan Prof. Jimly dan LAMR Dorong Pengakuan Hukum Adat dan Keistimewaan Riau

27 September 2025 - 17:45 WIB

Delapan Atlet IKASI (Ikatan Anggar Seluruh Indonesia) Kota Dumai mengikuti Kejurnas Anggar di Aceh 2025

27 September 2025 - 16:16 WIB

Kapten CPM Baharuddin Malik (1945 – 2022): 25 Tahun Jadi Paspamres Suharto

27 September 2025 - 00:10 WIB

Hujan, Anak-anak, dan Seulas Senyum dari Balik Jendela Mobil Dinas Bupati Siak

26 September 2025 - 14:34 WIB

Trending di Riau