RiauKepri.com, BATAM – Pelabuhan tradisional Pandan Bahari di Kecamatan Batu Aji kembali menjadi sorotan. Warga Suku Laut yang selama ini menggantungkan hidup pada akses tersebut mendesak agar pemerintah tidak menutup mata atas kebutuhan mereka.
Desakan itu disuarakan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar Komisi I DPRD Kota Batam, Rabu (3/9/2025). Rapat dipimpin Anggota Komisi I, Muhammad Fadhli SE, didampingi Sekretaris Komisi I, Anwar Anas, serta sejumlah anggota lainnya.
Berbagai pihak hadir, mulai dari perwakilan Lembaga Suku Laut Nusantara Indonesia (LSLNI) yang dipimpin Ketua Suku Laut Sam Palele, aparat kepolisian, pejabat BP Batam, kecamatan, hingga perangkat kelurahan. Namun, pihak yang ditunggu-tunggu, yakni PT Batam Internasional Navale, kembali mangkir. Ini merupakan kali kedua perusahaan absen meski sudah diundang secara resmi.
Padahal, perusahaan disebut-sebut memiliki rencana solusi terkait keberlanjutan pelabuhan. “Ketidakhadiran ini membuat persoalan semakin berlarut. RDPU seharusnya jadi ruang mencari jalan tengah, bukan diabaikan,” tegas Muhammad Fadhli.
Dalam forum, perwakilan warga menegaskan pentingnya pelabuhan Pandan Bahari. Dermaga sederhana itu bukan sekadar titik tambat perahu, tetapi juga nadi mobilitas Suku Laut untuk mengakses pusat kota, memenuhi kebutuhan harian, hingga menjaga koneksi sosial-ekonomi dengan pulau-pulau sekitar.
Sebelumnya, pelabuhan sempat ditutup oleh pihak perusahaan dengan alasan lahan masuk dalam Penetapan Lokasi (PL). Namun setelah mediasi, akses kembali dibuka sementara agar warga bisa beraktivitas.
DPRD menilai keberadaan pelabuhan vital dan mendesak BP Batam mencarikan solusi permanen. “Pandan Bahari adalah akses terdekat dan paling realistis untuk warga Suku Laut. Jangan sampai hak dasar masyarakat terganggu oleh investasi. Solusi jangka panjang harus segera diputuskan,” pungkas Fadhli. (RK6)







