RiauKepri.com, PEKANBARU- Kebakaran di kilang Dumai bukanlah hal baru. Tahun 2014, dua insiden serupa tercatat. Terakhir, kobaran api juga menyelimuti fasilitas ini pada 2023. Kini, peristiwa kembali berulang. Dan, kesekian kalinya pula publik menanti jawaban, apa sebenarnya yang terjadi?
Hingga Kamis siang (2/10/2025), aparat kepolisian belum bisa melakukan penyelidikan lebih jauh. Lokasi kejadian belum sepenuhnya aman. Kapolres Dumai, AKBP Angga F Herlambang, menyebut timnya masih menunggu situasi steril. “Belum bisa masuk ke lokasi. Masih nunggu steril dulu sampai benar-benar aman,” ujar Angga kepada wartawan.
Area kilang kini dijaga ketat. Polisi dan TNI dikerahkan untuk mengamankan perimeter. Di balik garis polisi, pertanyaan-pertanyaan besar mulai bergulir, bukan hanya soal teknis, tapi juga politik dan tata kelola energi.
Sementara itu, di Jakarta, api lain ikut menyala sehari sebelum kilang minyak PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Refinery Unit (RU) II Dumai, terbakar. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XI DPR RI pada 30 September 2025, mengeluarkan pernyataan yang mengejutkan. “Yang ada malah beberapa dibakarkan,” kata Purbaya, mengomentari lambannya pembangunan kilang di Tanah Air.
Pernyataan ini cepat menyebar dan memicu reaksi keras dari Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB). Presiden FSPPB, Arie Gumilar, menyebut ucapan Menkeu sangat berbahaya karena bisa menimbulkan tafsir publik bahwa kebakaran di kilang adalah tindakan yang disengaja.
“Setiap pernyataan pejabat negara di ruang publik memiliki konsekuensi besar terhadap persepsi masyarakat dan kredibilitas institusi,” tegas Arie. Ia mendesak agar pernyataan itu dikoreksi, kecuali memang ada bukti kuat yang mendasarinya.
Menurut Arie, pembangunan kilang bukan hal sederhana. Proyek seperti RDMP (Refinery Development Master Plan) merupakan kerja jangka panjang, strategis, dan melibatkan investasi besar serta dukungan lintas sektor.
Kerja jangka panjang ini,
dalam rapat yang sama, diungki Menkeu. Pertamina pernah janji membangun tujuh kilang baru dalam lima tahun. Janji itu disebut disampaikan pada 2018, saat investor asal Tiongkok berminat membangun kilang di Indonesia. Pertamina menolak, beralasan produksi akan over kapasitas jika proyek tujuh kilang berjalan.
Namun tujuh tahun berselang, realisasinya masih jauh dari harapan. Purbaya menyebutkan hal itu sebagai kegagalan keseriusan, dan mendorong agar Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) turun tangan dalam pembangunan kilang domestik.
“Tujuan kita sama sepertinya, mengurangi subsidi dan membuat subsidi yang adapun lebih murah dan tepat sasaran,” ujar Purbaya.
Maka tak heran, insiden kilang Dumai tak lagi sekadar urusan operasional. Ia telah menjelma menjadi simbol ketegangan antara kinerja BUMN strategis, pengawasan publik, dan ekspektasi politik. Kebakaran yang berulang menguji bukan hanya sistem keselamatan industri, tetapi juga kepercayaan terhadap manajemen energi nasional. (RK1/berbagai sumber)