Menu

Mode Gelap
Penyerangan Rombongan Bupati dan Kapolres Kuansing, Akibat Penegakan Hukum Setengah Hati Bunga Rampai Pemekaran Kab. Kuantan Singingi (7): Kisah di Balik Pelantikan Sekda: Ditegur Ruchiyat, Korlap Demo ARI Terkejut Prof. Dr. Abdoerraoef (1916–1974): Ketua Kongres Rakyat Rantau Kuantan Singingi Pertama Tahun 1953 Prakiraan Cuaca Riau Utara 08 Oktober 2025: Hujan Ringan Mendominasi, Suhu Antara 24–30 °C Dana Transfer Dipangkas, Bupati Siak: Susun Anggaran Secara Realistis dan Tepat Sasaran Staf Khusus Gubernur Kepri H. Nurdin Basirun Secara Resmi Buka Open Turnamen Bola Voli Desa Sebele

Ragam

Prof. Dr. Abdoerraoef (1916–1974): Ketua Kongres Rakyat Rantau Kuantan Singingi Pertama Tahun 1953

badge-check


					Prof. Dr. Abdoerraoef Perbesar

Prof. Dr. Abdoerraoef

GAGASAN pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi bukanlah baru muncul pada masa era otonomi daerah tahun 1999. Berdasarkan catatan sejarah, gagasan menjadi daerah otonomi pertama sekali muncul ke permukaan tahun 1952 yang waktu itu masih bernama Rantau Kuantan.

Dimana wujud dari keinginan tersebut, yaitu para tokoh-tokoh dan cendikiawan Rantau Kuantan berhasil melaksanakan pertemuan seluruh masyarakat dalam bentuk Kongres Rakyat Rantau Kuantan tahun 1953.

Tujuan utama pertemuan tersebut adalah untuk membahas masalah-masalah yang dihadapi negeri ini supaya bisa ber pemerintahan sendiri (otonomi). Namun usaha awal di tahun 1953 itu belum dapat mendatangkan hasil.

Selanjutnya seiring dengan datangnya era otonomi daerah, maka para tokoh-tokoh dan cendikiawan kembali merapatkan barisan untuk memperjuangkan Rantau Kuantan menjadi kabupaten otonom.

Dalam kedua usaha tersebut (1953 & 1999) banyak tokoh-tokoh yang terlibat dan melibatkan diri. Mereka dengan kesadaran sendiri bersatu untuk mewujudkan Rantau Kuantan yang kemudian disebut Kuantan Singingi menjadi negeri yang mandiri. Dengan pengorbanan tenaga, waktu, dan materi, mereka berusaha memberikan yang terbaik untuk negerinya.

Pelopor Kongres

PELOPOR Kongres Rakyat Kuantan tersebut adalah Oemar Amin Hoesin, Oemar Oesman, Abdoerraoef, Ibad Amin, Jamal Lako Sutan, Oemar Abdoellah, M. Noeur Raoef, Ismail Oemar, Nazaruddin, Abdullah Syarif, Rais Asmara, Ilyas, Oemar Doeyoet, Nurdin Yasan, Ibrahim, M. Saman, Fatimah Zam-Zam, Fatimah Soam. Fatimah Hadidjah, dan lainnya.

Panitia Kongres adalah Abdoerraoef (Ketua) dibantu Abdullah Syarif (Wakil Ketua), Rais Asmara (Sekretaris), dan Ilyas (Bendahara). Pembantu adalah Nurdin Yasan, M.Yusuf, Intan Djuddin, Ibrahim, dan M. Saman. Sedangkan Dapur Umum terdiri dari Ibu-ibu Taluk Kuantan: Fatimah Zam-Zam, Fatimah Soam, Fatimah Hadidjah, dan lainnya

Kongres tersebut diikuti semua Kepala Negeri dalam Rantau Kuantan Singingi, semua Urang Gedang/ Raja dalam Rantau Kuantan Singingi. Kemudian utusan Kenegerian sebanyak sepuluh orang yang terdiri dari: tokoh-tokoh masyarakat, cerdik pandai, ninik mamak, tokoh pemuda, dan sebagainya

Ada empat isu straregis yang dibicararakan dalam kongres tersebut: Yakni: Pertama: Sumber Daya Alam: Mengeksport hasil pertanian karet, hasil hutan yang masih hijau royo-royo. Kedua: Sumber uang yaitu simpanan Orang Godang V Koto di Tengah (Datuk Mudo Bisai) sebanyak F 350.000 di Bank Singapura dan ribuan gulden di Yavsche Bank (sekarang BI) kepunyaan Datuk Paduko Radjo, Orang Godang IV Koto di Mudik Lubuk Ambacang.

Ketiga: Pesenggerahan kepunyaan LKD + Landschap der Kuantan Districten di Tandjungpinang yaitu penginapan petugas Districten di Tandjungpinang. Keempat: Sumber Daya Manusia yang masih sangat memprihatinkan, Baru pendidikan dasar dan sedikit sekali yang berpendidikan menengah SLTP Walaupun demikian semangat/ militansi mereka sangat diandalkan.

Sosok Abdoerraoef

ABDOERRAOEF adalah Wedana Kuantan Tengah yang punya peran dalam Kongres Rakyat Kuantan pertama tersebut. Ia lahir tahun 1916 di Taluk Kuantan, Kecamatan Kuantan Tengah, Kuantan Singingi, Riau dari pasangan Abdurahman dan Aisyah. Abdoerraoef merupakan anak bungsu dari dua bersaudara. Kakaknya bernama Hadijah.

Masa kecil & remaja Abdoerraoef tumbuh dan berkembang di tengah perubahan besar di Taluk Kuantan. Dia melewati tiga zaman: penjajahan Belanda, pendudukan Jepang, dan masa awal kemerdekaan Indonesia.

Abdoerraoef melalui pendidikan di Perguruan Thawalib Padang Panjang. Kemudian lanjut ke Algemeene Middelbare School (AMS) atau pendidikan setara SMA di Jakarta. Dari Jakarta dia melanjutkan ke Fakultas Kedokteran di Singapura. Ketika Indonesia merdeka dia pulang kampung dan bergabung dengan para pejuang kemerdekaan Indonesia.

Pada awal kemerdekaan Abdoerraoef ikut meng-inisiasi pendirian Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang bertugas untuk melakukan tugas pemeliharaan keamanan bersama-sama dengan rakyat dan jawatan-jawatan negara di Kuantan Singingi. Dia terlibat dalam perlawanan melawan Belanda pada Agresi Belanda I (21 Juli dan 4 Agustus 1947) dan Agresi II (19 Desember 1948).

Bersama rekannya seperjuangannya Abdoerraoef melakukan perlawanan kepada Belanda yang ingin kembali menguasai Indonesia. Rekan seperjuangan di antaranya Jamal Lako Sutan, Umar Amin Husin, Umar Usman, Umar Abdullah, Intan Husin dari Kuantan Tengah.

Kemudian dari Kuantan Mudik ada Saidina Ali, Radja Roesli, Sulaiman Khatib, Fadillah, Hasan Arifin, Ibad Amin dan lainnya. Dari Kuantan Hilir ada Sarmin Abroes, Mohamad Noer Raoef, Mukhtar Lutfi. Sedangkan dari Cerenti ada Syafii Yatim, Arsyad, Mustafa Umar, Ismail Umar, dan lainnya.

Perjuang kemerdekaan di Kuantan Singingi pada awal kemerdekaan banyak bergabung dengan Partai Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi) dan Partai Tarbiyah Islamiyah (Perti). Kedua politik Islam ini berdiri sejak awal kemerdekaan RI.

Sebagai pejuang Abdoerraoef menerima gelar sebagai Pahlawan Perintis Kemerdekaan RI pada 1965 sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Sosial RI Nomor Pol 621/65.

Empat seniornya Jamal Lako Sutan kelahiran 1905, Umar Amin Husin (1912), Umar Usman (1904), dan Oemar Abdullah (1906) meraih gelar yang sama: PAHLAWAN PERINTIS KEMERDEKAAN. Kuantan Singingi penyumbang terbanyak pejuang yang meraih gelar perintis kemerdekaan di Riau.

Tercatat dalam sejarah tercatat rentang 1950-1955, Jamal Lako Sutan ditunjuk sebagai Wakil Ketua Dewan Pemerintah Daerah Sementara Kabupaten Indragiri, Patih Padang Pariaman. (1955 -1956). Kemdian acting Bupati Kerinci di Sungai Penuh, Bupati Kabupaten Pesisir Selatan ke-7 (1957-1960).

Sedangkan Umar Amir Husin pernah menjabat sebagai Kepala Kantor Penerangan di Tanjungpinang, Pejabat Departemen Penerangan di Jakarta, dan Press Attache di Kairo, Mesir.

Terakhir Oemar Abdoellah pernah jadi Patih di Indragiri Hilir dan Ketua DPRD di Indragiri Hulu 1971-1976.

Bergabung dengan PRRI

ABDOERRAOEF bergabung dengan gerakan oposisi Pemerintah Daerah Pemerintah yang disebut Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). PRRI dideklerasikan Letnan Kolonel Ahmad Husein pada 15 Februari 1958 di Padang, Sumatera Barat untuk melawan kesewenang-wenangan pemerintah Pusat.

Bersama pejuang lainnya yang bergabung dengan Partai Masyumi, Abdoerraoef melakukan aksi gerilya di hutan Kecamatan Kuantan Mudik hingga sampai ke Pintu Baling, Silokek, dan Sampur Kudus di Sumatra Barat. Di Sumpur Kudus, ia sempat nikah dan punya seorang anak yang kini sudah pensiun dan bermukim di Serang, Jawa Barat.

Awal tahun 1962 Abdoerraoef baru menyerahkan diri kepada tentara Pusat. Dia termasuk termasuk salah seorang pejuang yang terakhir menyerah diri setelah Presiden Sukarno memberikan amnesti kepada PRRI.

Abdoerraoef kembali ke Taluk Kuantan dan bekerja sebagai petani untuk menafkahi istrinya bernama Hadijah dan tiga anaknya Hairati, Maswadi, dan Ramchan. Merasa prihatin dengan kehidupan di kampung sebagai petani, orang tua Abdoerraoef, Abdurachman dan Aisyah menyuruh merantau.

Tujuan utamanya sebenarnya adalah mengantar kakaknya Chadijah kuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Namun sepulang dari Yogyakara dia singgah di rumahnya saudaranya Oemar Amin Hoesin yang bekerja di Depertemen Penerangan Jakarta.

Di Jakarta, Abdoerraoef mencoba mencari kerja. Nasib baik, karena menguasai empat bahasa asing Inggris, Belanda, Jepang, Arab, ia diterima di kantor United Stated Informasi Sistem (USIS) Bagian Penerangan Kantor Kedutaan Amerika Serikat di Jakarta. Pekerjaan itu dilakoninya selama duabelas tahun sejak 1962-1974.

Guru Besar Pertama

SEMBARI kerja di USIS, Abdoerraoef kuliah dan mengajar di Universitas Islam Djakarta (UID). Semenjak EYD diterapkan penulisan nama universitas pun disesuaikan menjadi Universitas Islam Jakarta tanpa mengubah akronimnya. Di sini dia meraih gelar doktor bidang hukum tahun 1970 dan Guru Besar (Profesor) Bidang Hukum pada 1974.

Abdoerraoef adalah orang pertama yang meraih gelar Guru Besar pertama asal Riau. Setelah itu baru menyusul Mukhtar Lutfi asal Baserah, Kuantan Hilir, Suwardi MS asal Sentajo, Sentajo Raya, dan lainnya. Inilah bukti tuah dan kebesaran orang Kuantan Singingi di Riau. Siapa yang tidak bangga.

Abdoerraoef meninggal dunia pada usia 58 tahun 1974 ketika masih aktif bertugas di USIS. Tigapuluh empat tahun kemudian tepatnya pada tahun 2008 istrinya Hadijah meninggal di Jakarta. Makam pasangan suami istri ini berdampingan di TPU Karet Bivak, Jakarta.

“Sebenarnya Ayah mau di makamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta. Namun urusannya cukup panjang, keluarga sepakat dimakamkan di TPU Karet Bivak saja,” ujarnya.

Diabadikan

SEBAGAI bentuk penghormatan pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi mengabadikan nama Abdoerraoef sebagai nama jalan dan Gedung LAM di Taluk Kuantan dan Wisma di Pekanbaru.

Dalam perjalanan kariernya Abdoerraoef pernah menjadi Wedana Kuantan Tengah 1945 s.d 1957. Kemudian diangkat menjadi Wakil Wali Kotapraja Pekanbaru pada pertengahan tahun 1957. Ia mendampingi Muhammad Yunus sebagai Wali Kotapradja Pekanbaru. Jabatan itu tak sampai setahun hingga Februari 1958. Ketika PRRI terbentuk ia ikut bergabung melawan tentara Pusat tahun 1958 s.d. 1961.

Anak bungsu Abdoerraoef, Ramchan mengenang ayahnya sebagai orang yang kutu buku. “Ayah punya pustaka pribadi dengan koleksi ratusan bahkan mungkin ribuan judul buku dalam berbagai bahasa asing di dunia,” ujar Ramchan kelahiran Taluk Kuantan 1948. Kini tinggal di Taluk Kuantan setelah pensiun dari Dinas Kesehatan Jakarta.

Sementara bagi Maswadi Rauf yang mengikuti ayahnya sebagai Guru Besar di Universitas Indonesia (UI), Jakarta, sosok Ayahnya yang kutu buku turun ke anak-anak dan cucunya. “Ayah mengajarkan betapa pentingnya ilmu pengetahuan itu.” ujar pria kelahiran Taluk Kuantan, Kuantan Singingi Riau, 15 Februari 1946.

Menurut Maswadi, Ayahnya selalu mengungkap kata-kata mutiara “Buku Itu Jendela Dunia.” Artinya dengan membaca buku, kita akan mendapatkan beragam pengetahuan yang belum kita ketahui. Sehingga wawasan kita pun kian bertambah. Jadi itulah makna buku adalah jendela dunia.

“Makna tersebut menggambarkan betapa pentingnya buku karena memberikan banyak pengetahuan kepada manusia,” ujar Maswadi.

Itulah sekilas sosok putra Kuantan Singingi, peraih Guru Besar pertama asal Riau di pentas nasional. Orang boleh melupakan dirinya, namun sejarah sudah mencatatnya. Betapa besar kontribusinya kepada tanah air, termasuk kampung halamannya (Kuantan Singingi).

#Tabik Pahlawanku

Penulis: Sahabat Jang Itam 08-10-2025

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Rombongan Bupati dan Kapolres Kuansing Diserang Saat Tertibkan PETI, Wartawan Jadi Korban Pengeroyokan

7 Oktober 2025 - 18:25 WIB

Koto Sentajo dalam Lintasan Sejarah (1945 – sekarang): Dari Bungo Koto sampai Desa Wisata

7 Oktober 2025 - 00:07 WIB

Iyotoshi Manaka “Kiper Timnas” Baserah

6 Oktober 2025 - 00:10 WIB

Kisah Mengharukan MUTRIDA: Perawat Asal Kuantan Singingi, Saksi Bisu Tsunami Aceh

5 Oktober 2025 - 00:10 WIB

BRK Syariah Dampingi ASN Kuansing Siap Menyongsong Masa Purnabakti

4 Oktober 2025 - 05:37 WIB

Trending di Bisnis