RiauKepri.com, JAKARTA- Empat pulau kecil di ujung utara Sumatra itu menjadi panggung hangat belakangan ini, tidak hanya di provinsi Sumatera Utara dan Aceh, tapi juga di pusat. Kini empat pulau itu,
Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek, sudah menemukan rumah administratif mereka.
Presiden Prabowo Subianto resmi memutuskan bahwa keempat pulau tersebut adalah bagian sah dari Provinsi Aceh. Pengumuman ini disampaikan langsung oleh Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (17/6/2025). Turut hadir sejumlah tokoh penting, termasuk Mendagri Tito Karnavian, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Gubernur Sumut Bobby Nasution, dan Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem.
Keputusan ini mengakhiri polemik panjang yang melibatkan konflik dokumen, sejarah administratif, dan klaim teritorial antar dua daerah bertetangga yang memiliki ikatan sejarah yang tak kalah rumit.
“Rapat terbatas telah dilakukan untuk mencari jalan keluar terhadap dinamika empat pulau ini. Berdasarkan dokumen dan data pendukung yang dimiliki, pemerintah memutuskan keempat pulau itu masuk wilayah administrasi Aceh,” ujar Prasetyo.
Sengketa yang Menjadi Simbol
Polemik empat pulau ini bukan sekadar soal peta atau garis batas di atas kertas. Di baliknya, ada identitas, kebanggaan, dan akses terhadap potensi sumber daya alam yang mungkin dimiliki keempat pulau itu. Ada cerita tentang bagaimana administrasi bisa menggeser sejarah, dan bagaimana peta bisa menjadi sumber pertentangan.
Sebelumnya, pada April 2025, Kemendagri sempat menetapkan keempat pulau tersebut sebagai bagian dari Sumatera Utara melalui sebuah keputusan resmi. Keputusan itu didukung oleh Gubernur Sumut Bobby Nasution, yang mengacu pada dokumen verifikasi tahun 2009. Dalam dokumen itu disebutkan bahwa 213 pulau termasuk dalam wilayah Sumut dan keempat pulau tersebut tercantum di dalamnya.
Namun, pihak Pemerintah Aceh menolak mentah-mentah. Mereka menuding bahwa pulau-pulau itu, secara historis dan administratif, adalah bagian dari wilayah Aceh. Sejak 2009, Aceh bahkan pernah mengajukan perubahan nama untuk pulau-pulau tersebut.
“Proses perubahan status ini sudah berjalan jauh sebelum kami menjabat,” tegas Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekda Aceh, Syakir, dalam sebuah pernyataan pada Mei lalu.
Antara Sejarah, Data, dan Politik
Sengketa ini mencerminkan kompleksitas tata kelola wilayah di Indonesia, khususnya di daerah-daerah dengan sejarah panjang dan dinamika politik yang kuat. Aceh, sebagai daerah istimewa dengan otonomi khusus, seringkali memiliki pendekatan yang berbeda dalam hal pengelolaan wilayah dibanding provinsi lainnya.
Dalam konferensi pers di Kemendagri pada 11 Juni lalu, Dirjen Administrasi Kewilayahan Safrizal Zakaria Ali mengungkapkan bahwa temuan awal menyebutkan empat pulau tersebut berada di Sumut berdasarkan surat verifikasi dari Gubernur Sumut tahun 2009. Namun dokumen dan pendekatan terbaru justru menegaskan bahwa secara administratif, posisi keempat pulau lebih tepat masuk ke wilayah Aceh.
Akhirnya, dalam sebuah langkah yang dianggap menyejukkan tensi antar dua provinsi, Presiden Prabowo turun tangan. Dengan keputusan tegas, keempat pulau resmi dinyatakan sebagai bagian dari Aceh.
Tamat Sudah
Meski keputusan presiden telah diambil, bukan berarti semua pihak langsung puas. Diperlukan kerja sama lebih lanjut antara pemerintah pusat, Aceh, dan Sumatera Utara untuk memastikan transisi administrasi berjalan mulus dan tidak menimbulkan polemik baru dikemudian hari.
Bagi warga di sekitar keempat pulau itu yang mungkin selama ini lebih peduli pada hasil tangkapan ikan daripada garis batas administratif, yang penting adalah kepastian. Dan untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade, kepastian itu kini datang, hitam di atas putih. (RK1)
sumber: detik.com