Oleh: Ari Yuliasril
Di tengah arus globalisasi dan budaya populer yang berkembang pesat, Tari Pasambahan menghadapi tantangan besar. Modernisasi membawa perubahan selera masyarakat, terutama generasi muda yang lebih akrab dengan budaya digital dibanding dengan kesenian tradisional. Namun, nilai-nilai yang terkandung dalam Tari Pasambahan justru semakin relevan di tengah krisis etika dan disintegrasi sosial yang kita hadapi sekarang.
Menurut dosen seni pertunjukan ISI Padangpanjang, Zulkifli, Tari Pasambahan harus dipahami bukan sebagai tarian masa lalu, melainkan sebagai “manifestasi etika sosial yang selalu dibutuhkan”. Ia berpendapat bahwa jika masyarakat Minangkabau ingin tetap menjaga jati dirinya, maka pelestarian Tari Pasambahan harus dimulai dari pendidikan dan keluarga.
Beberapa sekolah di Sumatera Barat telah memasukkan Tari Pasambahan dalam kurikulum muatan lokal. Langkah ini penting, karena generasi muda bukan hanya diajarkan gerakannya, tetapi juga makna filosofis di baliknya. Selain itu, banyak komunitas seni dan lembaga adat yang mulai mengemas Tari Pasambahan secara kreatif untuk menarik minat generasi digital, seperti menggabungkannya dengan pencahayaan modern, dokumentasi video, atau kolaborasi dengan musik kontemporer tanpa mengubah makna dasarnya.
Namun pelestarian sejati tidak hanya bergantung pada inovasi teknis. Ia memerlukan kesadaran kolektif: bahwa Tari Pasambahan adalah bagian dari identitas dan spiritualitas masyarakat Minangkabau. Dalam setiap gerakannya, terkandung ajaran moral yang bisa menjadi panduan dalam menghadapi kehidupan modern yang serba cepat dan individualistik.
Sebagaimana dikatakan oleh Emral Djamal Datuak Rajo Mudo, “Adat Minang bukan untuk dipajang di museum, tapi untuk dijalankan di kehidupan.” Prinsip ini sejalan dengan semangat Tari Pasambahan, tarian yang mengajarkan bahwa modernitas tidak harus menyingkirkan adat, dan kemajuan tidak perlu menghapus tradisi.
Pelestarian Tari Pasambahan berarti menjaga keseimbangan antara masa lalu dan masa depan. Ketika generasi muda menari dengan memahami nilai-nilai di dalamnya, maka budaya Minangkabau bukan hanya hidup, ia berkembang dan terus memberi makna bagi zamannya.
Mahasiswa Sastra Minangkabau, Universitas Andalas