RiauKepri.com, PEKANBARU– Pagi itu, Jumat (31/10/2025), wajah-wajah penuh harap mulai berdatangan ke halaman Masjid At-Taqwa, Dusun Paduko Ghajo, Desa Padang Mutung, Kampar. Sinar matahari belum tinggi, tapi lantai teras masjid sudah dipenuhi ibu-ibu yang duduk bersila, sebagian menenteng karung kecil, sebagian lagi menggandeng cucu mereka.
Di antara mereka ada Marawiah, perempuan 73 tahun yang datang dengan langkah pelan sambil membawa payung lusuh. “Alhamdulillah, nak, beras di rumah sudah tinggal segenggam,” katanya pelan, tersenyum saat menyambut kabar akan ada pembagian sembako gratis pagi itu.
Selama dua jam mereka menunggu. Suara adzan Jumat di kejauhan bersahutan dengan tawa kecil anak-anak yang berlarian di halaman. Hingga akhirnya, dua mobil double cabin datang membawa tumpukan karung beras dan seketika suasana berubah riuh.
Beras bantuan itu disalurkan oleh Kelompok Tani Kampar Jaya Bersama, hasil dari kebun sawit yang kini dikelola mereka setelah sebelumnya menjadi lahan sitaan negara. Program ini mereka sebut “Jumat Berkah” sederhana, tapi terasa besar di tengah harga bahan pokok yang kian menggigit.
Ketika namanya dipanggil, Marawiah maju perlahan. Dengan kedua tangannya yang mulai bergetar, ia menenteng karung beras 10 kilogram itu, senyum merekah di wajahnya.
“Bahagia sekali, nak. Bisa makan nasi tanpa mikir besok mau beli beras di mana. Sekarang harga cabai saja sampai sembilan puluh ribu sekilo. Biasanya nenek beli sekilo, sekarang cuma dua ons,” ujarnya, terkekeh kecil.
Tak jauh dari Marawiah, Ernawati, ibu rumah tangga 48 tahun, juga mengaku lega.
“Beras di rumah sudah habis. Jadi waktu dengar ada bantuan, langsung datang pagi-pagi. Syukur sekali, karena sekarang serba mahal,” katanya.
Bagi warga pelosok Padang Mutung, beras bukan sekadar bahan pangan, tapi simbol harapan. Setiap karung beras yang dibawa pulang dari masjid pagi itu menjadi bukti bahwa di tengah kesulitan, masih ada tangan-tangan yang peduli.
Ketua Pembina Kelompok Tani Kampar Jaya Bersama, Pebriyan Winaldy, mengaku ikut terharu menyaksikan warga begitu bahagia. “Lihat mereka tersenyum saja rasanya sudah cukup. Ini jadi motivasi bagi kami untuk terus melanjutkan program sosial seperti ini,” ujarnya.
Bantuan beras yang dibagikan hari itu mencapai 6 ton untuk 600 penerima manfaat.
Namun lebih dari angka, yang tersisa dari pagi itu adalah kisah tentang solidaritas, bagaimana sekarung beras bisa menyalakan kembali semangat di hati warga desa yang hidup sederhana di tengah mahalnya harga bahan pokok.
Di teras masjid, Marawiah menatap karung beras di sampingnya sambil tersenyum.
“Kalau tiap minggu begini, nak, emak-emak di sini bisa tenang sedikit. Bisa beli cabai, bisa masak enak buat cucu,” ujarnya pelan sebelum melangkah pulang. (RK1/*)

 
				
 
			 
                 
                 
                 
                




 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
