DULU, bila lebaran tiba, sebagian besar petani sawit di Provinsi Riau merayakannya dengan air mata. Tak terbayangkan, di hari kemenangan tak ada baju baru, tak ada kue di atas meja tamu dan takbiran bersahut dengan tangisan.
Sawit yang menjadi penopang hidup para petani setiap memasuki lebaran harganya terjun bebas, terkadang sampai angka duaratus rupiah, padahal harga normalnya di atas angka seribu limaratus. Sungguh ini sangat menyiksa petani, pengusaha seenak perutnya menetapkan harga sawit dengan berbagai alasan.
Aisah masih ingat betul betapa susahnya keluarga mereka, tak bisa berbuat banyak, apalagi Covid-19 mengayang, maka semakin lengkaplah penderitaan Aisah dan sejumlah keluarga petani sawit lainya di Desa Indrapuri, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar.
Karenanya, begitu Syamsuar bertanya soal harga sawit di hari lebaran banyak petani menangis? Aisah yang menghadiri kampanye dialogis pasangan calon nomor 3, Sabtu, 5 Oktober 2024, itu langsung saja menjawab, “Betul apa yang dikatakan Pak Syamsuar itu.”
Di lain tempat, petani di Desa Sari Galuh, Tapung, Kampar yang menjadi titik terakhir Syamsuar menggelar kampanye, juga tak menampik dulu bila lebaran harga sawit anjlok, ditambah Covid-19, semakin memperparah nasib petani sawit.
Namun, seiring berjalannya waktu dan selalu ingin membuat terobosan yang terbaik untuk masyarakat, apalagi sawit bagian terpenting dalam perekonomian di Riau ini dengan luas lahan terbesar di Indonesia 3,38 juta ha, Syamsuar ketika menjabat sebagai gubernur Riau mengapus air mata petani sawit dengan Peraturan Gubernur Riau (Pergub) Nomor 77 Tahun 2020 yang mengatur tentang tata cara penetapan harga pembelian tandan buah segar kelapa sawit produksi pekebun di Provinsi Riau.
Setiap minggu harga
Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit swadaya yang dijual secara individu ke taukeh atau peron dengan harga jauh lebih rendah mulai bangkit, sesuai dengan harapan karena harga sawit ditetapkan Dinas Perkebunan Riau bukan sesuka hati taukeh. Harga sawit sudah mencapai Rp 3 ribu.
Jasa Syamsuar ini ada yang mengintip, terutama provinsi tetangga penghasil sawit. Sehingga mereka belajar ke Riau agar petani sawit di tempat mereka tidak menjerit, bisa tersenyum bila hari raya tiba. Kebijakan Syamsuar dengan membuat produk hukum lokal itu, juga berbuah pengakuan yang luar biasa. Majalah Sawit Indonesia memandang Syamsuar adalah sang pejuang sehingga memberi penghargaan kepada bupati Siak dua periode itu sebagai Gubernur Sawit Indonesia. Penghargaan ini diberikan atas kontribusi dan perjuangan kemajuan Industri sawit Indonesia.
Tak hanya mengatasi harga sawit stabil, Syamsuar juga berjuang ke pusat hingga memberi subsidi bagi petani untuk replanting sawit yang sudah tua. Peremajaan sawit ini sangat meringankan beban petani untuk mendapat hasil buah sawit yang punya nilai jual lebih tinggi. Tak tanggung-tanggung, awalnya bantuan replanting sebesar Rp 30 juta per haktare, kini di pengujung jabatannya 2023 lalu bantuan replanting mencapai Rp 60 juta per haktarenya.
Bibit sawit juga tak lepas dari perhatian Syamsuar, karena dia berharap buah sawit yang dihasilkan dapat mendongkrak nilai jual sawit. Bibit sawit yang bersubsidi tidak hanya bibit unggul, namun gubernur Riau pada masanya itu juga menekan harga bibit sawit agar hal ini tidak memberatkan petani.
Agar bibit sawit yang ditanam petani tetap tumbuh sempurna, Syamsuar melengkapi kebahagiaan petani dengan memberikan subsidi pupuk. Komitmen ini akan terus belanjut, dan sudah menjadi tekad bagi Syamsuar untuk terus berupaya mengapus air mata para petani saat lebaran tiba. Bahkan Syansuar akan memperluas upayanya agar sandang pangan terus tersedia di Riau dengan mendirikan lumbung pangan di bumi Lancang Kuning ini. Hal ini akan cepat terwujud, karena program ini tegak lurus dengan program pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo.
Jika semua itu terwujud, maka wajib bagi masyarakat Riau mengucapkan tahniah karena bangga bahwa Syamsuar berhasil menjalankan program visi dan misinya; “Terwujudnya Riau maju dan bermartabat sebagai pusat ekonomi di Sumatera dan pintu gerbang ekonomi di Asean tahun 2030.” (RK1)