RiauKepri.com, MERANTI – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kepulauan Meranti, Syamsurizal mengungkapkan jika kepala desa wajib hukumnya untuk bersifat netral pada Pilkada serentak 2024.
“Tanggung jawab kepala desa dalam Pemilu dan Pilkada, yakni harus bisa memberikan edukasi, pemahaman dan memberikan pendidikan politik yang benar kepada masyarakat,” ucap Syamsurizal pada kegiatan Sosialisasi dan Ikrar Bersama Netralitas Kepala Desa/Lurah pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti Tahun 2024, yang digelar oleh Bawaslu Kepulauan Meranti, bertempat di Ballroom Hotel Grand Meranti, Jalan Kartini Selatpanjang, (9/9/2024) siang.
Larangan politik praktis bagi kepala desa merupakan amanat UU No 10 tahun 2016, dimana larangan tersebut memiliki sanksinya sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sementara itu, Pelaksana tugas (Plt) Bupati Kepulauan Meranti, AKBP (Purn) H. Asmar menyambut baik dan memberikan apresiasi yang tinggi atas terselenggaranya kegiatan tersebut.
“Netralitas aparatur pemerintah desa ini adalah suatu hal yang wajib, mengingat netralitas ini akan melahirkan pemimpin yang baik dan memajukan Kabupaten Kepulauan Meranti,” ujarnya.
Asmar mengatakan, selain tidak memihak kepada salah satu calon, netralitas juga dapat menjaga kondusifitas wilayah dalam pelaksanaan Pilkada 2024 di Kabupaten Kepulauan Meranti.
“Untuk itu seluruh aparatur desa harus bersikap netral dan tidak terlibat dalam politik praktis,” tegas Asmar.
Lebih lanjut, dia juga mengimbau kepada seluruh kepala desa/lurah untuk tidak terlibat dalam kegiatan kampanye. Serta menanamkan sikap netral terhadap pasangan calon bupati dan wakil bupati.
“Agar pelaksanaan Pilkada 2024 ini dapat berjalan lancar, aman dan demokratis,” tegas Asmar.
Sementara itu, Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Riau, Indra Khalid Nasution menyampaikan bahwa bagi kades yang tidak netral pada Pilkada 2024 akan ada sanksinya.
“Di dalam undang-undang pilkada, ada dua kali disebut kata kepala desa. Keduanya itu merupakan larangan. Yang pertama, di dalam pasal 70 undang-undang Pilkada disebutkan, setiap calon kepala daerah dalam kampanye dilarang melibatkan kepala desa, lurah atau sebutan lainnya,” ujarnya.
Kemudian, lanjut Indra, penyebutan yang kedua di pasal 71, kepala desa, lurah atau sebutan lainnya dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
“Dua pasal larangan ini jelas ada sanksinya. juga di dalam undang-undang yang sama dan itu larangannya adalah ancaman sanksi pidana jelas disebutkan di pasal 188 bahwa kepala desa yang membuat keputusan atau tindakan yang memuntungkan atau merugikan pasangan calon itu diancam pidana satu bulan sampai enam bulan dan atau denda enam ratus ribu sampai enam juta,” ungkapnya.
Dijelaskan Indra, bahwa itu dari sisi kepala desanya, sementara dari sisi calonnya ada juga di pasal 188 tersebut. Pasangan calon yang sengaja melibatkan kepala desa dalam kampanye juga diadakan pidana yang sama.
“Dari pasal-pasal tersebut, ita bisa memahami, dan mesti kita pahami bahwa undang-undang menghendaki kita, kepala desa lurah dan perangkatnya ini ada dalam posisi netral tidak berpihak kepada salah satu pasangan calon,” jelasnya.
Namun, bukan berarti kepala desa atau lurah dan perangkatnya tidak boleh berperan dalam pilkada. Tetap masih bisa mengambil peran dalam pilkada tersebut, karena salah satunya bisa berkolaborasi dengan Bawaslu dalam hal pengawasan partisipatif di desa masing-masing.
“Bawaslu itu punya banyak program yang berkaitan dengan desa. Kita bangun, kita bentuk desa-desa anti politik uang di beberapa daerah,” pungkasnya. (RK12).