Konoha

(Kingdom of nepotism and hidden ambition)
Dalam nalar Chaos Theory Charles Sampford

Oleh Megat Kalti Takwa

Istilah konoha makin sering penggunaannya belakangann ini. Tentu saja bukan merujuk pada desa konoha dalam manga Naruto karya Masashi Kishimoto. Tapi, sebagai satir dari keadaan politik dan hukum Indonesia. Konoha merupakan anagram dari kingdom of nepotism and hidden ambition, secara bebas dapat diartikan kerajaan nepotisme dan agenda tersembunyi. Dalam nalar politik, politik soal negosiasi, tapi terdapat etika didalamnya sehingga melahirkan legitimasi dan legalitas dari berpolitik. Tampaknya elit politik konoha lebih gemar memotong politik hanya soal negosiasi, tanpa lanjutanya. Kemudian terjadilah politik yang kita nikmati sekarang, politik bagi-bagi kue dan politik rangkul. Politik rangkul dimaksud adalah kata yang diperhalus dari politik sandera. Lebih dari itu Hukum sebagai produk politik hanya dianggap sebagai pollitical enginering. Tercermin dalam putusan MK no. 60, 70, dan RUU Pilkada yang membuat pergolakan di dalam masyarakat. Padahal, dalam hukum pembangunan yang dikemukakan oleh Prof. Mochtar Kusumatmadja, hukum sebagai sarana pembangunan masyarakat.

Sebagaimana sungai yang mengalir deras dari pegunungan menuju samudra, demikianlah hukum seharusnya berjalan—mengalir lurus tanpa halangan, membawa keadilan ke setiap lapisan. Hukum adalah tiang penyangga peradaban, akar yang menghujam bumi, memberi kekuatan pada pohon kehidupan. Di bawah naungannya, setiap insan seharusnya merasakan kesejukan perlindungan dan keadilan yang hakiki. Adakalanya hukum yang diibaratkan pedang
tajam tumpul oleh kuasa, maka ia tak lagi menjadi penegak keadilan, melainkan sekadar alat yang bisa dibengkokkan oleh tangan-tangan yang kuat.

Baca Juga :  BRK Syariah Dapatkan Penghargaan Dari Menteri Kelautan dan Perikanan

Keberadaan Chaos Theory dalam nalar hukum, pertama kali dikemukakan Charles Sampford dalam buku The Disorder of Law : A Critique of Legal Theory pada tahun 1989. Chaos Theory ingin mendobrak pemikiran legal-positivme hukum yang menggangap hukum hanya serangkaian peraturan. Gagasan ini menawarkan bahwa masyarakat pada dasarnya dalam kondisi disorder(Social Melee) dan hukum senantiasa dalam kondisi cair (Legal Melee). Sampford menelisik relasi kekuasaan yang rumit dan menimbulkan situasi masyarakat hanya bersifat sistematik dan mekanistik yang terukur. Dalam paradigma ketidakteraturan (Chaos) Ketika relasi kekuasaan menghasilkan kesenjagan antara hukum yang berlaku (hukum positif) dan keadaan yang nyata dalam masyarakat inilah yang menyebabkan ketidakteraturan (chaos) itu terjadi.

Kingdom of nepotism dalam Konoha menyebar luas ke publik ketika istilah “Raja Jawa” disebutkan dalam pidato salah satu pimpinan partai politik negeri konoha. Tak pelak lagi, raja jawa yang dimaksud sudah berhasil menjadikan putra mahkota naik tahta melalui serangkaian skenario, yaitu putusan MK dan pembagian BLT di depan istana. Bahkan dalam harian Tempo putra mahkota disebut sebagai anak haram konstitusi. Skenario tersebut sudah menjadi rahasia umum dan menjadi tontonan masyarakat konoha satu tahun belakangan. Oleh sebab itu masyarakat di luar pulau jawa tidak seharusnya tunduk kepada Raja Jawa, karena kita bukan penumpang dari kemerdekaan Republik ini. Dengan sendirinya skenario elit politik konoha tersebut menyebakan ketidakteraturan dalam chaos theory.

Baca Juga :  24 Ahli Pers Dewan Pers Ikut Program Penyegaran Keahlian di Bali

Penguasa pada awalnya adalah payung yang menaungi rakyat. Laksana seorang panglima, ia sepatutnya memimpin dengan kebijaksanaan, menjaga keseimbangan antara kekuasaan dan keadilan. Sebagaimana nahkoda yang mengarahkan kapal besar di lautan lepas, penguasa harus mampu membawa perahu negara menuju pantai harapan. Tatkala penguasa mulai memalingkan wajah dari rakyat, membiarkan dirinya tertawan oleh kekuasaan, maka ia tak lebih dari seorang penguasa yang tersesat. Bila pengusa tersesat, ibarat ombak yang menggulung kapal, menggiring negeri menuju badai yang tak terelakkan.

Hidden Ambition dalam Konoha, pertama kali dilempar ke publik dengan isitilah 9 naga. Para pengusaha yang berperan besar dalam ekonomi dan kebijakan pemerintahan konoha (Olirgark). Oligarki, bagai bayang-bayang yang mengikuti di balik langkah sang penguasa. Di mata masyarakat, mereka adalah segelintir orang yang berkuasa di atas perhitungan yang rumit, namun dalam kenyataan, oligarki adalah tangan yang mengatur jalannya kekuasaan di belakang layar. Mereka seperti laba-laba yang menenun jaring, menangkap segala peluang untuk memperkuat kekayaan dan pengaruh mereka, bukan demi kebaikan rakyat, melainkan demi kepentingan mereka sendiri. Seperti sarang yang dibangun di tempat yang tak terlihat, oligarki mengendalikan jalannya hukum dan kebijakan negara dengan senyap, namun dampaknya terasa oleh segenap rakyat mulai dari akses pendidikan yang mahal, lapangan pekerjaan yang terbatas, dan sampai pada kerusakan lingkungan muaranya pada ketidakteraturan (chaos).

Baca Juga :  Hikayat Syamsuar Mengapus Air Mata Petani Riau di Hari Lebaran

Dalam tatanan yang demikian, hukum menjadi korban pertama. Hukum yang seharusnya berdiri tegak, kini ibarat daun yang terbang ke mana angin oligarki bertiup. Ketika penguasa tunduk kepada oligarki, maka keadilan tak lagi bisa ditegakkan dengan sebenar-benarnya. Apa yang berlaku di hadapan hukum bukanlah keadilan untuk semua, melainkan untuk mereka yang memegang kuasa dan kekayaan. Seperti emas yang hanya berkilau di tangan mereka yang memilikinya, hukum pun hanya bersinar bagi segelintir orang yang mampu membelinya.

Benih yang ditanam dan terus disiram, serta dirawat akan tumbuh sebatang bunga. Secara terang-terangan manuver elite politik konoha merupakan pembangkangan kepada konstitusi, jangan salahkan masyarakat secara terang-terangan pula melakukan pembangkangan sipil (civil disobedience) dan Amuk. Pemerintah konoha harus berhati-hati masyarakat akan menjadi bunga yang menghancurkan tembok kekuasaan, dari benih-benih ketidakteraturan (chaos) yang mereka tanam.

Megat Kalti Takwa adalah Lulusan Magister Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *