Cerpen Hang Kafrawi
Negara Bocor Jaya, itulah suatu nama negara kecil yang terletak di luar peta dunia. Ia tidak tercatat, namun ianya ada. Rakyatnya terkenal sabar, pejabatnya terkenal pintar-pintar, dan anggarannya terkenal hilang entah ke mana.
Kondisi Negara Bocor Jaya sedang tidak baik-baik saja, bahkan dapat dikatakan bangkrut. Kondisi ini membuat Presiden Negara Bocor Jaya, Bapak Pintar Setengah Mateng, mengumpulkan seluruh menteri dan pejabat tinggi. Wajahnya kusut seperti baju belum digosok, sang presiden menjumpai para petinggi negara.
“Negara kita bangkrut! Kas negara kosong!” serunya dengan suara gemetar.
“Tenang, Pak. Mungkin cuma kesalahan sistem. Kita bisa audit dulu,” menteri Keuangan, Ibu Tijah Hitung Menghitung, mencoba menenangkan presiden. Ia dengan cekatan membolakbalik file yang ada di laptopnya.
Dilakukanlah audit besar-besaran. Hasilnya mencengangkan. Dari 100 triliun anggaran, hanya tersisa Rp 2.750. Itupun ditemukan di kantin gedung kementerian.
“Bagaimana ceritanya ini?!” bentak Presiden.
Suasana ruangan mulai tidak kondusif. Para pejabat negara sibuk memanggil staf ahli mereka untuk menyiapkan laporan untuk menyenangkan presiden. Menteri Proyek, Bapak Cipta Ciptaan langsung menyampaikan laopran.
“Izin, Pak, saya sampaikan bahwa anggaran kami pakai buat proyek infrastruktur, Pak. Tapi, yaaa… setengah anggaran habis buat studi kelayakan, Pak,” ucap Menteri Proyek.
“Studi kelayakan apa?!” tanya Presiden dengan wajah merah padam.
“Studi kelayakan apakah proyeknya layak diteruskan atau dihentikan, Pak. Hasilnya… proyeknya tidak layak, jadi dihentikan, Pak.”
Presiden hampir pingsan mendengar laporan Menteri Proyek, namun presiden menggagahkan diri. Sebagai presiden tentu ia harus kuat dari yang lain.
Menteri Kesehatan, Ibu Siti Kebal, mencoba menenangkan. “Pak, sektor kesehatan juga menggunakan dana besar. Kami beli alat kesehatan canggih!”
“Bagus! Mana alatnya?”
“Masih di gudang, Pak. Belum bisa dipakai karena colokannya beda.”
Presiden mengurut dada. Ia benar-benar harus tetap bisa terlihat perkasa oleh bawahannya, walaupun hatinya remuk.
Menteri Pertahanan, Jenderal Siaga Tidur, langsung memberi hormat. “Pak! Kami gunakan dana untuk membeli alat perang tercanggih!”
“Wah, mantap! Mana alatnya?”
“Lagi dalam perjalanan, Pak, cuma sampai sini sudah tinggal kardusnya.”
Di tengah kekalutan itu, seorang pejabat senior tiba-tiba angkat tangan. “Tenang, Pak! Kita masih bisa selamat!”
Presiden bahagia, masih tersimpan harapan dari di hatinya. “Bagaimana caranya?”
“Gampang! Kita ajukan pinjaman ke luar negeri, Pak!” usul pejabat senior itu.
Semua bersorak. Namun, seorang staf berbisik, “Pak, utang kita sudah menumpuk melebihi tingginya gunung yang ada di dunia ini. Bahkan Bank Dunia sudah memblokir nomor kita, Pak.”
Mendengar bisikan staf itu tubuh presiden lemah, wajahnya semakin memerah, mengalahkan merahnya warna darah. Ia benar-benar diserang kecemasan dari segala lini, namun pertemuan tetap dilaksanakan mencari solusi yang terbaik. Akhirnya, setelah rapat panjang, diputuskan keputusan terakhir: Negara Bocor Jaya mengajukan pinjaman ke rakyatnya sendiri.
Maka dikeluarkanlah program “Gotong Royong Nasional” yang intinya, rakyat disuruh iuran. Dilakukanlah sosialisasi ke rakyat Negara Bocor Jaya, sayangnya, rakyat sudah terlalu pintar.
“Maaf, Pak Presiden, kami juga sudah bangkrut. Gaji nggak cair, subsidi dicabut, proyek fiktif di mana-mana,” kata sorang warga ketika melakukan demonstrasi di Istana Negera.
Presiden menghela napas panjang, ia benar-benar mati kutu. Presiden putus asa dan lalu sesuatu yang diluar kebiasaan Sang Presiden.
“Kalau begitu, kita bubarkan saja negara ini.”
Tiba-tiba, muncul pejabat lama yang sudah pensiun. “Pak, membubarkan negara memerlukan anggaran. Apa kita punya uang untuk membubarkan negara ini, Pak?”
Semua terdiam. Negara Bocor Jaya resmi bangkrut, bahkan untuk bubar pun tak punya dana. Presedin pun berseru… “Alamak”….
Hang Kafrawi adalah nama pena Muhammad Kafrawi dosen Program Studi Sastra Indonesia, FIB UNILAK