(Menjelang Pemilihan Ketum DKR)
Oleh Hang Kafrawi
Ada sebuah rumah di negeri ini. Bukan rumah bertiang, berlantai, dan berjendela seperti yang dibangun orang dengan bata dan semen.Tetapi ini rumah yang dipahat dari impian, dipasang dari cita-cita, dan ditegakkan oleh semangat jiwa-jiwa yang percaya bahwa seni adalah nyawa suatu bangsa. Itulah Dewan Kesenian Riau. Rumah besar untuk segala anak bangsa di tanah Melayu yang mencintai kata, gerak, nada, dan rupa.
Dalam falsafah orang Melayu, rumah bukan sekadar tempat berteduh. Rumah adalah lambang harga diri. Rumah adalah tempat bertanam budi, tempat bermula dan berakhirnya perjalanan insan. Begitu pula DKR, ia adalah penyangga yang menahan lunturnya budaya di sapuan zaman. Ia adalah pangkal batang tempat bersandar bagi ranting-ranting seni yang ingin merekah ke segala penjuru dunia. Setiap seniman, baik yang bertongkat paruh usia maupun yang baru bertatih dengan puisi, tari, musik, seni rupa, teater, maupun film menemukan tempat di sini. Bukan sekadar ruangan, melainkan ruang batin. Bukan sekadar sekretariat, melainkan rahim kebudayaan.
Membangun rumah tidak cukup dengan niat. Butuh kayu yang kuat, butuh pasak yang kukuh, butuh atap yang tahan badai. Begitu pula menjaga DKR, perlu kesabaran, keikhlasan, dan kesatuan hati yang tidak mudah retak oleh hembusan dunia.Tantangan itu nyata. Persoalan keuangan yang selalu sempit, perhatian masyarakat yang kadang memudar, dan godaan zaman yang menukar nilai dengan angka.
Walaupun demikian, dalam adat Melayu diajarkan “biar buruk kain di badan, asal bersih niat di hati.” Maka, selama nafas keikhlasan masih berhembus, DKR akan tetap menjadi rumah yang menyalakan pelita harapan bagi anak-anak seni di Riau.
Kepada semua yang mencintai seni, kepada semua yang percaya bahwa budaya bukan sekadar hiburan, kepada semua yang rindu kepada akar diri, kita punya tanggung jawab bersama memelihara rumah ini, membesarkannya dan membiarkannya menjadi mercusuar yang menunjuk jalan pulang, ketika dunia terasa asing dan kosong.
Dewan Kesenian Riau adalah saksi bahwa orang Melayu tidak pernah kehilangan akal, tidak pernah menyerah pada zaman, dan tidak pernah letih memuliakan hidup melalui seni. Tersebab dalam setiap puisi, setiap nada, setiap gerak tari, setiap garis warna, dan setiap dialog, kita tidak hanya mengekspresikan diri. Kita sedang berzikir tentang siapa kita, dari mana kita datang, dan ke mana kita hendak pulang. Riau harus tetap bercahaya dengan kreativitas seni yang terus menyala.
Inilah rumah besar itu. Inilah DKR. Inilah warisan yang harus dijaga, dengan semangat, dengan air mata, dengan cinta yang tidak bertepi. Siapa sanggup!
Hang Kafrawi adalah pekerja teater Riau, dosen Program Studi Sastra Indonesia FIB UNILAK