Oleh: Untung Wahyudi
Menjadi guru bukanlah hal mudah. Ada banyak tantangan yang lazim dihadapi guru saat melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Guru bukan sekadar mengajar di depan kelas, tetapi juga dituntut untuk memiliki pribadi dan karakter yang baik. Guru digugu ditiru. Slogan ini setidaknya menjadi perhatian bagi semua guru agar bisa menjadi guru yang bisa menjadi teladan bagi murid-muridnya.
Beratnya beban yang dipikul guru dengan seabrek tugas, sampai saat ini masih belum diimbangi dengan kesejahteraan yang memadai. Gaji guru saat ini masih jauh dari layak, mengingat begitu besarnya biaya hidup dengan kondisi perekonomian seperti sekarang.
Apa yang harus dilakukan para pemegang tampuk kekuasaan, dalam hal ini Kemendikdasmen, guna mewujudkan kesejahteraan guru? Mampukah pemerintah memberikan kesejahteraan bagi guru demi terwujudnya pendidikan yang berkualitas?
Beberapa waktu lalu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti meluncurkan Bulan Guru Nasional yang menjadi agenda peringatan Hari Guru Nasional yang lazim diperingati pada 25 November. Dalam pidatonya, Mu’ti menjelaskan bahwa kesejahteraan guru harus diperhatikan demi terwujudnya pendidikan yang berkualitas. Jika kesejahteraan guru terwujud, maka guru-guru Indonesia akan lebih maju dan berkualitas.
Fathurrahman Arrozi (2024) menjelaskan bahwa, sampai saat ini kesejahteraan guru di Indonesia merupakan isu yang mendesak dan perlu perhatian serius. Sudah sepantasnya guru mendapatkan perhatian khusus dengan memberikan kesejahteraan agar pendidikan terbaik bisa terwujud. Bagaimana kita berharap hasil pendidikan yang baik, jika kesejahteraan guru belum diperhatikan?
Kita perlu menyambut baik rencana Mendikdasmen yang akan menyetahterakan para guru. Wacana ini harus bisa terwujud sehingga tidak ada lagi guru yang nasibnya mengenaskan karena tidak mendapatkan upah yang layak dari pemerintah.
Ketika Guru Nyambi Pekerjaan Lain
Besarnya kebutuhan hidup membuat guru yang notabene tulang punggung keluarga harus bisa memutar otak agar dapur tetap mengepul. Mereka harus mencari pekerjaan lain sehingga kebutuhan sehari-hari bisa terpenuhi. Mengandalkan gaji guru yang tidak seberapa, justru akan memperumit keadaan. Stres tentu akan menyertai dan kewarasan guru benar-benar diuji. Mereka harus bisa membagi waktu antara tugas mengajar dan mencari nafkah keluarga.
Beberapa waktu lalu, netizen digegerkan dengan berita tentang seorang guru yang nyambi sebagai pemulung. Dilansir dari laman liputan6.com (16/10), Alvin Noviardi (57), guru honorer asal Kampung Bantar Muncang, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, memilih bekerja sampingan menjadi pemulung sejak 2023. Dia mengaku, penghasilan dari mengajar tidak bisa mencukupi kebutuhan rumah tangga.
Jarak sekolah yang cukup jauh dari rumah membuat lelaki yang mengajar dilembaga Madrasah Tsanawiyah (MTs) tersebut berinisiatif mencari tambahan penghasilan untuk ongkos mengajar. Dia mengumpulkan botol bekas usai mengajar untuk dijual seminggu sekali.
Alvin Noviardi adalah satu dari sekian banyak guru yang harus memiliki pekerjaan sampingan demi memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Idealnya, guru itu tidak perlu mencari pekerjaan sampingan karena, tugas guru sudah berat dan membutuhkan konsentrasi untuk mencerdaskan siswa-siswanya.
Ozy V. Alandika, dalam tulisannya berjudul Mayoritas Guru Memiliki Pekerjaan Sampingan, Mengapa Begitu?, menyebutkan bahwa saat ini memang tidak sedikit guru yang mempunyai pekerjaan sampingan. Ada yang bertani, berjualan online, membuka warung kelontong, bahkan yang sedang marak guru menjadi konten kreatof FB Pro. Jika ditanya, alasan utamanya adalah “cuan”. Pekerjaan sampingan sangat dibutuhkan karena gaji guru yang masih jauh dari cukup (kompasina.com)
Karena itu, Mendikdasmen Abdul Mu’ti mengatakan dengan tegas bahwa guru akan menjadi hebat dan berkualitas jika dibarengi dengan kesejahteraan yang memadai. Semangat guru dalam mengajar dan mencerdaskan generasi muda, selain dengan keterampilan dan keahlian, juga dengan kesejahteraan yang menyertai.
Kesejahteraan guru di Indonesia memang menjadi masalah yang begitu kompleks. Tak sedikit guru yang mengeluh dengan beban tugas yang tidak disertai dengan kesejahteraan yang cukup. Namun begitu, bukan tidak mungkin masalah yang membelit dunia guru ini untuk diperbaiki. Semangat guru akan terus berkobar dan semangat mereka akan menyala jika ada perubahan siginifikan dalam hal kesejahteraan. Ke depan, semoga tidak ada lagi guru yang mengeluh karena gaji rendah, sehingga tugas mereka dalam mencerdaskan generasi bangsa bisa terwujud.
*) Untung Wahyudi, lulusan UIN Sunan Ampel, Surabaya