RiauKepri.com, MERANTI – Saat ini Kota Selatpanjang menjadi pusat perhatian dengan lonjakan jumlah kunjungan wisatawan yang signifikan. Peningkatan ini terlihat jelas di Pelabuhan Tanjung Harapan, yang menjadi pintu masuk utama ke kota ‘Sagu’.
Tak asing lagi apabila dalam menyambut tahun baru Imlek di Kota Selatpanjang tentunya masyarakat yang penasaran dengan Festival Perang air atau Cian Cui yang telah berlangsung belasan tahun ini membuat para Pengunjung dari luar Kota berdatangan untuk ikut serta dalam basah-basahan dan mengelilingi kota Selatpanjang.
Kali ini, Festival Perang Air atau lebih dikenal dengan Cian Cui oleh warga Tionghoa, juga menjadi salah satu kebanggaan masyarakat Kabupaten Kepulauan Meranti. Keunikan tradisi ini berhasil mencetak sejarah dengan meraih Rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) pada tahun 2019 sebagai perang air dengan jumlah peserta terbanyak di Indonesia.
Yang membuat festival ini istimewa, menurut panitia MURI, adalah perpaduan tradisi unik di Meranti yakni gabungan tradisi Muslim tempo dulu saat Idul Fitri dengan tradisi Cian Cui, simbol kebhinekaan yang hidup di masyarakat Kepulauan Meranti.
Sebagai satu-satunya tradisi perang air di Indonesia, Festival Cian Cui menjadi ikon pariwisata yang menarik perhatian nasional maupun internasional. Sebagai perbandingan, festival serupa juga ada di Thailand, namun hanya berlangsung satu hari, sementara di Meranti digelar selama sepekan penuh.
Prestasi dan Pengakuan Nasional tidak hanya mencetak Rekor MURI, Festival Perang Air sebelumnya juga telah meraih Anugerah Pesona Indonesia 2018. Tradisi ini dinobatkan sebagai festival pariwisata terpopuler, mengungguli festival-festival besar lainnya seperti Dieng Culture Festival (Wonosobo), Dragon Festival (Yogyakarta), dan Festival 1001 Kuda Sandelwood (Sumba, NTT).
Berdasarkan data dari Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Selatpanjang, sebanyak 23.619 penumpang tercatat menggunakan layanan pelabuhan sejak H-7 pada 22 Januari hingga H+1 pada 30 Januari 2025. Dari jumlah tersebut, 8.436 penumpang berangkat meninggalkan Selatpanjang, sementara 15.183 penumpang tiba di kota tersebut melalui 454 keberangkatan kapal.
Ade Kurniawan, Petugas Lalu Lintas Angkutan Laut dan Kepelabuhan KSOP Selatpanjang, menjelaskan bahwa peningkatan ini jauh di atas rata-rata hari biasa, yang biasanya hanya mencapai 1.000 penumpang per hari.
“Artinya sejak beberapa hari yang lalu, jumlah kunjungan maupun keberangkatan dari pelabuhan naik signifikan jelang perayaan Imlek ini,” ujar Ade pada Kamis. (30/1/2025) .
Puncak kedatangan penumpang terjadi pada 26 Januari 2025, dengan total 3.536 orang. Sebanyak 1.057 penumpang tercatat berangkat dari pelabuhan, sementara 2.479 orang tiba di Selatpanjang.
Ade juga menyebutkan bahwa jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, terjadi lonjakan penumpang yang signifikan.
“Bila dibandingkan tahun lalu menjelang Imlek, terjadi pertumbuhan penumpang yang datang sebesar 80 hingga 100 persen, sementara penumpang yang berangkat bertumbuh sekitar 60 hingga 80 persen,” jelasnya.
Peningkatan jumlah pengunjung ini memberikan dampak positif pada sektor ekonomi lokal, mulai dari penginapan, transportasi, hingga kuliner. Perayaan Imlek di Selatpanjang tidak hanya menjadi momen budaya yang meriah, tetapi juga penggerak roda perekonomian masyarakat setempat.
Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kepulauan Meranti, Eri Suhairi, mengungkapkan bahwa Festival Perang Air atau yang dikenal dengan Cian Cui telah menjadi momen istimewa bagi warga Tionghoa asal Meranti untuk kembali ke kampung halaman. Tradisi ini bukan hanya menjadi ajang merayakan kebersamaan, tetapi juga menarik perhatian wisatawan dari berbagai penjuru dunia.
Menurut catatan Dinas Pariwisata Meranti, setiap perayaan Imlek yang dibarengi dengan Festival Perang Air, puluhan ribu wisatawan dari negara seperti Tiongkok, Malaysia, Singapura, Australia, dan berbagai daerah di Indonesia datang ke Kota Selatpanjang.
Eri Suhairi menegaskan, warga Kepulauan Meranti patut berbangga karena festival ini telah menjadikan daerah mereka sebagai salah satu destinasi wisata unggulan di Indonesia.
“Festival Perang Air ini sudah dikenal sejak dahulu oleh masyarakat Meranti. Tradisi ini awalnya digunakan untuk mengekspresikan kegembiraan saat Idul Fitri melalui siram-siraman air, dan kini masyarakat Tionghoa kembali menyemarakkan tradisi tersebut sebagai Cian Cui bertepatan dengan perayaan Imlek,” jelasnya. (AL).