RiauKepri.com, PEKANBARU- Di tengah asap yang masih menyisakan bau hangus dari bangunan yang dibakar massa, kabar duka datang menyayat. Charles Siregar, seorang manajer di PT Seraya Sumber Lestari (SSL), meregang nyawa saat berjuang melawan rasa sakit di dadanya dan akhirnya menyerah ketika dalam perjalanan menuju rumah sakit yang terlalu jauh untuk menyelamatkannya.
Hari itu, Jumat (13/6), sekitar pukul 10.00 WIB, Charles mengeluhkan nyeri dada. Sebuah keluhan yang tak asing bagi keluarganya, ia memang memiliki riwayat penyakit jantung. Namun pagi itu berbeda. Klinik perusahaan, tempat biasa ia mendapatkan pertolongan pertama, tak lagi bisa dijadikan tumpuan.
Klinik Itu Kini Hanya Puing
Tiga hari sebelumnya, kerusuhan pecah. Konflik lahan yang telah lama menjadi bara akhirnya menyala menjadi api. Warga menyerbu kawasan perusahaan HTI pengelola kayu akasia di Kecamatan Sungai Mandau, Kabupaten Siak, membakar lima rumah karyawan, pos satpam, dan juga klinik perusahaan.
“Peralatan dan perlengkapan medis di klinik rusak, karena terbakar saat peristiwa kemarin. Sehingga tidak ada pertolongan pertama pada Pak Charles,” tutur Sri Nurhaini Rachmandani, Manajer Humas PT SSL, saat diwawancara oleh media, Jumat (13/6).
Tanpa ambulans, tanpa oksigen, Charles dibawa sejauh lebih dari 100 kilometer menuju RS Awal Bros di Pekanbaru. Tapi takdir berkata lain. Pada pukul 15.00 WIB, Charles Siregar dinyatakan meninggal dunia.
Konflik yang Membara
Peristiwa tragis ini hanyalah satu kepingan dari kerusuhan yang kini menjadi perhatian publik. Polisi telah mengamankan delapan warga, lima di antaranya ditetapkan sebagai tersangka. Dugaan awal menyebutkan akar permasalahan terletak pada sengketa lahan antara warga dan perusahaan.
“Kita sangat mengecam aksi anarkis seperti ini. Aksi boleh dilakukan, tapi jangan sampai melanggar hukum. Kalau sudah anarkis, tentu akan kami tindak tegas,” tegas Kapolres Siak, AKBP Eka Ariandy.
Harapan Memudar
Kepergian Charles Siregar meninggalkan luka tak hanya bagi keluarga, tapi juga bagi rekan-rekan kerjanya. Seorang manajer, seorang ayah, seorang suami, menjadi korban tak langsung dari konflik berkepanjangan yang belum menemui ujung.
Dalam dunia yang ideal, fasilitas kesehatan adalah garis depan penyelamat. Tapi ketika klinik menjadi abu, dan ambulans tak tersedia, harapan pun memudar. (RK1)
Editor: Dana Asmara