RiauKepri.com, KAMPAR – Upaya untuk melestarikan dan memperkuat budaya Melayu terus dilakukan oleh Tim Pengabdian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Lancang Kuning (Unilak). Salah satu kegiatan terbaru yang menarik perhatian adalah program pengabdian masyarakat bertajuk “Peningkatan Kemampuan Membaca dan Memahami Pantun Nasihat Karya Tenas Effendy”. Program ini berlangsung di SMA Negeri 3 Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau pada tanggal 10 Desember 2024.
Ketua tim pengabdian, Amanan, S.S., M.Hum, menegaskan pentingnya kegiatan ini untuk memperkenalkan kembali pantun sebagai salah satu warisan budaya lisan yang kaya nilai moral. “Pantun nasihat bukan sekadar warisana budaya, tetapi juga media pembelajaran yang mengandung nilai-nilai luhur budaya Melayu. Generasi muda perlu memahaminya agar nilai-nilai ini tidak hilang ditelan zaman,” ujar Amanan dalam pembukaan acara.
Sebanyak 27 siswa SMA Negeri 3 Siak Hulu menjadi peserta dalam kegiatan ini. Tim pengabdian yang terdiri dari Amanan, Juswandi, S.S., M.A., dan Hermansyah, S.S., M.A., beserta 2 mahasiswa UNILAK, Semi Ayu Saputri dan Salsabila Febriani memberikan pelatihan intensif melalui metode ceramah, diskusi interaktif, dan praktik langsung membaca pantun. Sebelum pelatihan dimulai, siswa diberikan pre-test untuk mengukur pemahaman awal mereka. Hasilnya, mayoritas siswa belum mengenal pantun nasihat secara mendalam.Namun, setelah mengikuti pelatihan, terjadi peningkatan yang signifikan. Berdasarkan hasil post-test, seluruh peserta menunjukkan kemampuan yang jauh lebih baik dalam membaca, memahami, dan menginterpretasi pantun nasihat. “Kami tidak hanya mengajarkan cara membaca pantun, tetapi juga mendorong siswa untuk memahami simbol-simbol dan pesan moral yang terkandung di dalamnya,” jelas Juswandi.

Pantun nasihat adalah bagian dari sastra lisan Melayu yang kaya akan makna dan nilai filosofis. Sebagai warisan budaya, pantun ini mencerminkan kebijaksanaan lokal yang relevan untuk berbagai aspek kehidupan, mulai dari etika sosial hingga pendidikan. “Di dalam pantun Melayu terkandung ilmu,” ungkap Hermansyah, mengutip pepatah Melayu yang menggambarkan kedalaman makna di balik bait-bait pantun. Program ini juga selaras dengan visi Pemerintah Provinsi Riau yang berkomitmen membina dan mengembangkan budaya Melayu Riau. “Kami berharap kegiatan ini dapat menjadi inspirasi bagi sekolah-sekolah lain untuk memperkenalkan pantun sebagai bagian dari kurikulum lokal,” tambah Hermansyah.
Selain itu, program ini menjadi momen penting untuk merefleksikan bagaimana generasi muda dapat menjadi penerus budaya yang aktif. Dalam setiap sesi pelatihan, siswa diajak berdiskusi tentang peran pantun dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai alat komunikasi, hiburan, maupun sarana pendidikan moral. Salah satu kendala utama yang dihadapi adalah minimnya bahan bacaan terkait budaya Melayu, termasuk pantun nasihat, di perpustakaan sekolah. Untuk mengatasi hal ini, tim pengabdian memberikan materi ajar dan panduan praktis kepada siswa dan guru. Selain itu, sekolah juga didorong untuk menyediakan lebih banyak sumber daya yang mendukung pembelajaran budaya lokal. “Melalui kegiatan ini, kami ingin siswa tidak hanya belajar tentang pantun, tetapi juga termotivasi untuk menciptakan karya pantun mereka sendiri. Kami percaya, generasi muda dapat menjadi agen pelestari budaya jika diberikan dukungan yang memadai,” kata Juswandi.
Kegiatan ini mendapat apresiasi positif dari pihak sekolah dan peserta. Kepala SMA Negeri 3 Siak Hulu mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada tim pengabdian. “Program ini sangat membantu siswa kami untuk lebih memahami budaya Melayu. Kami berharap kegiatan serupa dapat terus berlanjut di masa mendatang,” ujarnya. Dengan semangat dan antusiasme yang ditunjukkan oleh para siswa, program ini diharapkan dapat memberikan dampak jangka panjang. Selain memperkuat identitas budaya, pelestarian pantun nasihat juga dapat membuka peluang kreatif bagi generasi muda untuk mengeksplorasi sastra Melayu dalam berbagai bentuk.
Tim pengabdian juga mencatat potensi besar dalam mendorong siswa untuk tampil dalam berbagai acara budaya, seperti lomba baca pantun, festival seni Melayu, dan kegiatan serupa lainnya. “Budaya adalah akar dari identitas kita. Jika kita tidak melestarikannya, kita kehilangan bagian penting dari diri kita sendiri. Kami bangga dapat berkontribusi dalam upaya ini,” tutup Amanan dengan penuh optimisme. (Rls)