Baginda Sultan: Kekuasaan Itu Tak Pernah Abadi

Para aktor "Baginda Sultan" mahasiswa FIB UNILAK

Catatan Kecil Pementasan Teater Mahasiswa FIB UNILAK

Oleh Lisa Novita

Aku melihat tiket Baginda Sultan di tangan kawanku. Pementasan lakon Baginda Sultan yang digelar di Gedung Anjung  Seni Idrus Tintin tanggal 17-18 Januari 2025 Pukul 20.00 wib. Kawanku membeli dua tiket, satu untuk aku dan satu lagi untuk dirinya. “Pementasan ini bagus! Sutradaranya Hang Kafrawi!” kata kawanku. Tentu saja aku langsung menyambar tiket pagelaran teater tersebut. Siapa yang tidak kenal Hang Kafrawi di Riau ini. Sutradara teater yang setiap  lakon yang ia sutradarai penuh eksperimen, tidak membosankan dan menarik untuk ditonton. Aku pernah beberapa kali menonton pagelaran teater yang disutradarai Hang Kafrawi. Kali ini Hang Kafrawi bersama mahasiswanya (mahasiswa FIB UNILAK) memperlihat kebolehannya menukang seni pertunjukan teater, dan hasilnya “waw”.

Aku memasuki Gedung Anjung Seni Idrus Tintin, gedung yang megah namun kurang terurus. Lihat saja tadi saat aku memasuki toilet di dalam gedung itu, kotor sekali, apa tidak ada cleaning service yang bertugas membersihkan toilet gedung ini? Aku duduk dan melihat ke depan panggung. Sebuah kursi yang melambangkan kekuasaan tampak  di tengah panggung,  Kanan kiri singgasana kerajaan ada kain warna merah dan kuning, apa makna kain merah dan kuning? Apakah hanya sekedar warna atau melambangkan keadaan istana, atau mungkin simbol dari intrik dalam istana?

Di belakang singgasana, layar besar sebagai background  gambar istana membuat panggung menjadi wah dan megah.  Lakon ini dimulai dengan pembacan Gurindam 12. Alunan Gurindam 12 begitu syahdu membuka minda kita tentang bagaimana seorang pemimpin bersikap kepada rakyatnya/Raja mufakat dengan menteri/seperti kebun berpagarkan duri/Betul hati kepada raja/tanda jadi sebarang kerja/Hukum adil atas rakyat/tanda raja beroleh inayat…

Lakon Baginda Sultan yang ditulis oleh Hang Kafrawi menceritakan bagaimana kekuasaan tidak ada yang abadi, sultan bukanlah tuhan, kesetiaan dipertanyakan. Sakit hati dengan sikap sultan, permaisuri dan penasehat bersubahat melakukan kudeta terhadap sultan. Di lain pihak selir sultan yang bernama Julia pun tak puas hati hanya menjadi simpanan sultan, maka ia pun menghasut para mentri untuk berkhianat membunuh sultan. Inang dan Kadam menjadi saksi intrik licik para abdi istana meraih kekuasaan. Namun kebenaran tak terlihat oleh sultan, panglima perang yang setia tak digubris, bahkan dihukum dikarenakan fitnah para mentri dan Julia. Kudeta penasehat dan permaisuri berhasil. Namun permaisuri lupa bahwa pengkhianat tidak bisa dipercaya, penasehat membunuh permaisuri. Para menteri dan Julia ditangkap serta dihukum mati. Inang dan Kadam menggigil menyaksikan semua itu, penasehat berdiri di singgasana menikmati kekuasaan yang ia impikan. Dialog-dialog puitis dan indah mewarnai pertunjukan. Khas penulis yang juga seorang penyair terlihat jelas dalam lakon Baginda Sultan.

Baca Juga :  Warga Tuah Madani Antusias Sampaikan Aspirasi, Syamsuar Langsung Beri Solusi

Permainan para aktor dalam lakon ini cukup bagus sebagai  aktor pemula, perdana bermain teater bahkan mungkin diantara mereka pun belum pernah menonton pertunjukan teater. Sultan yang mampu memperlihatkan kekuasaan dan keangkuhannya, permaisuri yang mampu mengimbangi permainan Raja, menyembunyikan perasaan tertekan dikhianati sultan yang mempunyai perempuan simpanan dan memutuskan untuk membunuh suaminya, rasa cinta berubah menjadi kebencian “aku bukanlah lilin yang terus menerangimu” lalu ia pun menikam sultan. Julia selir sultan yang merasa menjadi selir bukan lagi impiannya, direndahkan dan dihina sebagai simpanan sultan mendorong dirinya untuk berkhianat kepada sultan.

Para menteri yang juga haus kekuasaan, sikap sultan yang sewenang-wenang kepada bawahannya memicu pengkhinatan tersebut. Maka adalah benar kata gurindam 12 hati kerajaan di dalam tubuh/jikalau zalim  segala anggotapun roboh. Baginda Sultan adalah cerminan kehidupan, bagaimana harta tahta dan kuasa merajai manusia. Tidak ada ketakutan kepada Tuhan, apapun cara untuk meraih kekuasaan, kekayaan hingga tak perduli lagi etika, norma agama tak perduli lagi dengan sesama. Rakyat menjadi korban dari kerakusan penguasa, elite politik sibuk mencari celah mengambil keuntungan, pengusaha sibuk menambah pundi-pundi kekayaan. Inang dan kadam muncul menjadi pelepas dahaga dari segala ketegangan yang terjadi. Inang dan kadam cukup bagus dalam memerankan lakonnya, membuat gelak tawa penonton. Semua aktor bermain apik walau ada beberapa yang harus dibenahi jika hendak dipentas ulang, salah satunya yaitu pada tokoh Inang yang selalu bergerak tiada henti hingga membuat mata penonton capek dan kadang hilang fokus dari dialog yang dilontarkan kadam, juga pada tokoh Julia yang kadang  menutupi pemain lainnya atau membelakangi penonton, tokoh panglima perang harusnya lebih “ngotot” lagi menyampaikan kebenaran.

Baca Juga :  BRK Syariah Dukung Program DPJ Wujudkan Generasi Emas Indonesia Sadar Pajak

Baginda Sultan bukan pertama kalinya dipentaskan, tahun 2002 saat Hang Kafrawi baru saja menapak kaki sebagai dosen Fakultas Ilmu Budaya Unilak, Baginda Sultan telah dipentaskan beberapa kali bersama Sanggar Teater Selembayung, menerima penghargaan terbaik tiga pada festival tater se-Riau dan di pentaskan di UKM Malaysia.  Di tahun 2025 ini, Baginda Sultan kembali dipentaskan dan disutradarai Hang Kafrawi. Ada beberapa perbedaan dalam garapan Hang Kafrawi kali ini. Hang Kafrawi terkenal di setiap garapannya menampilkan tarian, musik dan lagu, penuh energik. Namun kali ini, semua ciri khas Hang Kafrawi tak terlihat, tak terlalu banyak ekperiment yang dilakukannya. Sultan yang digambarkan asik dengan perempuan simpanannya hingga lalai dengan tugasnya sebagai Sultan tak begitu tergambarkan. Suasana semangat hendak kudeta dari para mentri dan Julia juga tak begitu didukung dengan gerakan yang energik. Namun itu bukanlah kekurangan, Lakon Baginda Sultan kali ini menampilkan pesan yang lebih dalam dari Gurindam 12 Raja Ali Haji, terlihatlah saat raja tak mampu menjadi raja yang baik bagi rakyat dan bawahannya, raja yang tak mampu menjadi suami yang baik bagi istrinya, maka ia akan binasa. Kekuasaan yang ia pikir abadi hancur seketika oleh orang terdekatnya. Hang Kafrawi memperlihatkan sisi lainnya sebagai sutradara, garapan yang sejuk dan mendalam tentang hakikat hidup manusia. “Bukankah kesenian itu salah satu ladang dakwah bagi seniman?” katanya

Baca Juga :  Sudah Waktunya Melayu Bangkit, Bukan Hanya Sebagai Kenangan Sejarah

Minah tak henti bertepuk tangan, ada keharuan menyeruak dalam hatiku. Ini adalah generasi penerus yang muncul dari Fakultas Ilmu Budaya UNILAK. Aku percaya, pementasan ini pengalaman berharga bagi adik-adik mahasiswa baik para aktor  maupun tim produksi yang bertungkuslumus menyukseskan pementasan ini. Devi Armanda cukup berhasil sebagai pimpinan produksi. Dalam management seni pertunjukkan, FIB Unilak juga sudah profesional dalam pembagian tugas yang sesuai porsinya masing-masing. Aktor tidak terlibat dalam tim produksi, dan tim lainnya. Aku tersenyum ketika mengingat bagaimana dulu ia sebagai pimpinan produksi, cari dana, aktor bahkan sutradara semua merangkap, kadang aku juga harus terjun mengangkat trap ke panggung.

Di sudut ruangan, aku melihat gegap gempita sorak sorai sambutan luar biasa dari penonton, menyalami aktor dan berfoto bersama aktor. Malam itu mahasiswa yang biasa duduk di kelas menjadi bintang di antara lampu panggung yang bersinar.  Mereka mendapatkan pelajaran berharga yang akan diceritakan nanti kepada anak-cucu “Atuk dulu pernah berakting”, aku mulai mengerti maksud dari kalimat “Pelajaran itu  tidak hanya di dapat di dalam kelas saja jika kau ingin berhasil”

Lampu panggung itu telah padam. Penonton telah pulang ke rumah. Aktor dan pendukung pementasan pun kembali menjadi mahasiswa, namun aku yakin dalam hati dan minda mereka telah tumbuh semangat baru untuk berkesenian; untuk berkarya, untuk maju melangkah dan percaya diri bahwa mereka mampu menghadapi tantangan dalam kehidupan mereka ke depan!

Lisa Novita peminat teater, tinggal di Pekanbaru

 

 

 

 

 

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *