Tantangan dan Stategi Pengelolaan Retribusi Sampah Melalui Desentralisasi di Kota Tanjungpinang

Syarifah Dewi Rossalina
Oleh : Syarifah Dewi Rossalina, S.Kom,
Mahasiswa Pasca Sarjana Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Maritim Raja Ali Haji

 

 

Sejak diterapkannya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia melalui UU No. 23 Tahun 2014, pemerintah daerah diberi kewenangan luas untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri. Salah satu bentuk Desentralisasi adalah Desentralisasi Fiskal. Desentralisasi fiskal adalah proses pengalihan kewenangan keuangan, termasuk pemungutan pajak dan retribusi, dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk menetapkan dan memungut retribusi untuk jasa umum yang diberikan kepada masyaraka. Dengan adanya Desentralisasi fiskal, pemerintah daerah berwenang untuk mengumpulkan dan mengelola sumber daya keuangan melalui pajak dan retribusi.

Kota Tanjungpinang yang merupakan daerah otonomi memiliki wewenang mengatur sumber daya keuangan melalaui pajak dan retribusi. Di Kota Tanjungpinang, pengelolaan retribusi sampah menjadi tanggung jawab Dinas Lingkungan Hidup (DLH), yang diharapkan mampu menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) serta memperkuat pelayanan publik. Namun, pelaksanaannya masih menghadapi berbagai tantangan.

Baca Juga :  Iven Tahun Baru 2025 di Nongsa Resort, Semarak, Meriah, Sukses datangkan Wisman dan Wisnus

 

Tantangan dalam Pengelolaan Retribusi Sampah

Pada tahun 2024 Dinas Lingkungan Hidup Kota Tanjungpinang menargetkan Retribusi Sampah sebesar Rp. 4 Milyar, dengan realisasi sebesar RP. 1.558.607.000  atau sebesar 38,97 %. Pada tahun 2023 realisasi retribusi sampah sebesar Rp. 1.558.540.000,- . Beberapa kendala utama dalam implementasi desentralisasi di sektor retribusi sampah di Kota Tanjungpinang antara lain :

Rendahnya Partisipasi Masyarakat, banyak warga menolak membayar retribusi karena merasa tidak mendapat layanan langsung atau belum memahami kewajiban tersebut.
Banyak warga menolak membayar retribusi karena merasa tidak mendapat layanan langsung atau belum memahami kewajiban tersebut.

Sistem Penagihan Manual dan Terbatas, Jumlah petugas juru pungut tidak sebanding dengan jumlah rumah tangga dan pelaku usaha, sehingga penagihan tidak efektif dan hasil retribusi minim.

Baca Juga :  Dampak Kesejahteraan Guru terhadap Kualitas Pendidikan

Penurunan Tarif Tidak Berdampak Signifikan, Penyesuaian tarif yang dilakukan DLH sesuai Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, besaran tarif Retribusi sampah untuk rumah tangga sebesar Rp.5.000,- per bulan. Sedangkan untuk rumah toko (ruko) sebesar Rp. 50.000,- per bulan belum mampu meningkatkan kepatuhan pembayaran.

Keterbatasan Teknologi dan Digitalisasi, belum optimalnya pemanfaatan teknologi digital (aplikasi pembayaran atau sistem monitoring) dalam proses retribusi menghambat efisiensi.

Kapasitas Kelembagaan Daerah, masih lemahnya koordinasi lintas sektor, minimnya pelatihan SDM, dan kurangnya inovasi lokal menjadi kendala struktural.

 

Strategi Pengelolaan Melalui Desentralisasi

Untuk menjawab tantangan tersebut, strategi yang dapat atau sedang diterapkan mencakup:

Baca Juga :  Ismeth Yang Sekarang Masih Ismeth Yang Dulu

Sosialisasi dan Edukasi Berbasis Komunitas, mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya membayar retribusi sebagai bagian dari pelayanan publik dan kebersihan lingkungan.

Digitalisasi Sistem Pembayaran, mendorong penggunaan aplikasi atau sistem e-retribusi untuk mempermudah pembayaran dan pemantauan. Aplikasi pembayaran retribusi harus lebih disosialisasikan kepada masyarakat.

Kemitraan dan Pemberdayaan Masyarakat, melibatkan RT/RW, tokoh masyarakat, dan lembaga lokal dalam pengawasan serta distribusi informasi kepada warga.

Peningkatan Kapasitas Kelembagaan DLH, melalui pelatihan, rekrutmen petugas pungut tambahan, dan sinergi dengan perangkat daerah lain.

Desentralisasi memberikan peluang besar bagi Kota Tanjungpinang untuk mengelola retribusi sampah secara mandiri dan sesuai konteks lokal. Namun, agar desentralisasi berjalan efektif, diperlukan strategi yang responsif terhadap tantangan partisipasi warga, sistem penagihan, dan penguatan kelembagaan. Kunci keberhasilan terletak pada kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan pemanfaatan teknologi.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *