Menu

Mode Gelap
BMKG: Hujan Ringan hingga Sedang Berpotensi Guyur Kepri, Selasa 8 Juli 2025 PT Timah Tenggelamkan 36 Unit Atraktor Cumi di Perairan Buku Limau Belitung Timur PT Timah Serahkan Bantuan Bibit untuk Rumah Kompos KSM Resam Wanita Ini Ketahuan Selundupkan Narkoba Dalam Roti Kering di Lapas Pekanbaru Panitia Pacu Jalur Nasional Tepian Narosa Mulai Intensif Lakukan Persiapan Saiman: Tugas Berat Menanti Sekdapro Riau Definitif

Nasional

Nama Buruk Riau Terangkat Gara-gara Peti

badge-check


					Ilustrasi (net). Perbesar

Ilustrasi (net).

RiauKepri.com, PEKANBARU- Sebanyak 24 titik pertambangan tanpa izin (Peti) di Provinsi Riau. Sebuah angka yang membuat nama provinsi ini semakin buruk, berada di posisi kedua secara nasional dalam kasus pertambangan ilegal, setelah Sumatera Selatan.

Tak ada papan nama perusahaan, tak ada plang izin. Hanya jalan tanah yang membelah rimba, dilewati truk-truk tambang yang mengangkut batu bara atau material logam lain ke arah kota.

Tiap malam lewat. Muatannya penuh. Kalau hujan, jalan becek, licin, tapi tetap jalan terus. Tak ada yang berani bicara lantang. Di belakang tambang-tambang ini, kata orang kampung, ada “orang besar,” entah pejabat, entah pengusaha, entah hantu belau lainnya. Hutan semakin gundul, air sungai keruh, dan binatang hutan semakin jarang muncul.

Kini, pemerintah pusat lewat Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyatakan akan merebut kembali lahan tambang ilegal di seluruh Indonesia. Dari 4,2 juta hektare tambang ilegal yang tersebar, sebanyak 300.000 hektare menjadi prioritas pengambilalihan dan 24 di antaranya ada di Riau.

Kepala BPKP Yusuf Ateh mengatakan, pengambilalihan akan dilakukan bersama Kejaksaan Agung, TNI, dan Polri. Instruksi datang langsung dari Presiden Prabowo Subianto.

“Ambil dahulu lahannya, lalu kenakan denda ilegal. Ambil dahulu, kuasai kembali,” kata Yusuf, Kamis (26/6/2026).

Menurut data Kementerian ESDM, praktik tambang ilegal tidak hanya mencuri hasil bumi, tapi juga menghilangkan potensi penerimaan negara hingga Rp700 triliun. Bahkan dibanding konversi hutan untuk sawit, tambang dinilai jauh lebih merusak.

“Kalau kelapa sawit kan harus menanam dulu, enam tahun. Tapi kalau tambang, tinggal keruk saja pakai beko,” ujar Yusuf.

Pemerintah kini menyatakan akan menindak tegas. Pasal dalam UU No. 3 Tahun 2020 menjatuhkan sanksi pidana lima tahun dan denda maksimal Rp100 miliar bagi siapa pun yang terlibat dalam kegiatan tambang tanpa izin.

Tapi di lapangan, urusan tak sesederhana pasal. Banyak kasus tambang ilegal justru berujung pada ketidakjelasan penyelidikan. Warga lokal yang melaporkan malah merasa terancam. “Kami takut. Sudah pernah ada yang hilang sepeda motor habis bicara ke media,” kata seorang warga di Kuansing, menolak namanya ditulis.

Bagi banyak warga, pengambilalihan tambang ilegal terdengar seperti harapan lama yang belum tentu sampai. Tapi mereka menunggu. Setidaknya, untuk melihat apakah negara benar-benar datang ke tanah mereka, bukan hanya mengirim berita dari Jakarta. (RK1)

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

PT Timah Tenggelamkan 36 Unit Atraktor Cumi di Perairan Buku Limau Belitung Timur

7 Juli 2025 - 20:36 WIB

PT Timah Serahkan Bantuan Bibit untuk Rumah Kompos KSM Resam

7 Juli 2025 - 20:32 WIB

Saiman: Tugas Berat Menanti Sekdapro Riau Definitif

7 Juli 2025 - 15:49 WIB

Wapres Gibran Ikut Joget Aura Farming, Tarian Bocah Kuansing Jadi Fenomena Global

7 Juli 2025 - 12:24 WIB

Alva dan Rustono Tiba di Batam, Rangkaian Haji Riau 2025 Resmi Berakhir

7 Juli 2025 - 05:47 WIB

Trending di Riau